Bali kembali menjadi sorotan setelah muncul tudingan eksploitasi gajah dalam aktivitas pariwisata. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Ratna Hendratmoko, merespons.
Dia mengatakan hingga kini BKSDA belum menemukan lembaga konservasi di Bali yang melanggar standar kesejahteraan hewan sebagaimana berlaku di Indonesia.
“Sampai dengan saat ini, kami masih terus mengingatkan soal standar kesejahteraan hewan dan prinsip anti-eksploitasi. Bali pasti mengawal kebijakan ini karena memang di Indonesia, aktivitas seperti elephant riding dan penggunaan angkusa atau bullhook belum secara tegas dilarang,” ujar Ratna Hendratmoko, yang akrab disapa Moko, saat dihubungi detikBali, Sabtu (13/12/2025).
Moko juga buka suara tentang tudingan penggunaan angkusa atau bullhook oleh pawang gajah. Dia bilang alat tersebut masih digunakan dalam praktik pengelolaan gajah, termasuk di pusat-pusat pelatihan dan konservasi. Namun, dia menekankan penggunaannya harus dibatasi dan tidak dilakukan secara berlebihan.
“Itu sebagai bagian dari perlakuan. Yang paling penting adalah memastikan tidak dilakukan secara abusif. Di pusat pelatihan gajah pun praktik itu masih ada, tetapi tentu harus dilakukan dengan cara yang lebih beradab,” kata dia.
Moko menegaskan BKSDA Bali telah meminta seluruh lembaga konservasi gajah di Pulau Dewata untuk secara bertahap mengurangi, bahkan menghentikan, aktivitas penunggangan gajah atau elephant riding. Isu kesejahteraan satwa, menurutnya, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlanjutan pariwisata Bali.
“Lembaga konservasi ini merupakan bagian dari konservasi ex-situ, yaitu upaya menjaga satwa yang sudah tidak memungkinkan kembali hidup di alam liar. Saat ini kami terus mendorong lima lembaga konservasi gajah di Bali untuk benar-benar mengedepankan prinsip kesejahteraan satwa dan mencari alternatif atraksi lain selain elephant riding,” ujar dia.
Moko juga menekankan, meskipun tanpa atraksi penunggangan, gajah-gajah yang dikonservasi tetap memerlukan aktivitas fisik. Di Bali, tercatat ada 84 ekor mamalia herbivora tersebut yang membutuhkan kegiatan rutin, seperti berjalan kaki, dengan syarat bebas dari kekerasan dan perlakuan menyakitkan.
“Yang terpenting, seluruh aktivitas itu harus terbebas dari perlakuan abusif. Karena itu, kami akan kembali mengingatkan lembaga-lembaga konservasi gajah agar segera mengurangi hingga menghentikan praktik elephant riding,” ujar dia.
Dugaan penyiksaan gajah mencuat di tiga destinasi wisata di Bali yang menampilkan atraksi hewan. Tudingan tersebut disampaikan oleh organisasi perlindungan satwa People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) Australia.
PETA menilai destinasi tersebut menjauhkan gajah dari habitat alaminya dan dinilai mengelabui wisatawan melalui klaim konservasi, padahal memaksa gajah berinteraksi langsung dengan pengunjung.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“PETA mendorong wisatawan untuk melakukan riset terlebih dahulu dan menghindari destinasi yang mengklaim ‘menyelamatkan’ satwa, namun pada praktiknya memaksa gajah untuk berinteraksi dengan wisatawan,” ujar Penasihat Kampanye Senior PETA Australia, Mimi Bekhechi, dikutip dari laman resmi peta.org.au, Kamis (11/12).
