Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat. Aktivitas pertambangan itu ada di pulau yang berbeda-beda.
Lima perusahaan yang menjalankan operasional tambang di Raja Ampat itu adalah PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Nurham.
Dirangkum detiktravel dari detikfinance dan Antara, Minggu (8/6/2025), berikut profil lima tambang nikel di Raja Ampat di Papua Barat Daya dan lokasinya. Dua perusahaan mengantongi izin dari pemerintah pusat, tiga lain dari pemerintah daerah.
Perusahaan dengan izin dari pemerintah pusat:
1. PT Gag Nikel di Pulau Gag
Pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektar di Pulau Gag ini telah memasuki tahap Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.
Perusahaan ini memiliki dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada tahun 2014, lalu Adendum AMDAL di tahun 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara itu IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dikeluarkan tahun 2015 dan 2018.
Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan tahun 2020. Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 Ha, dengan 135,45 Ha telah direklamasi. PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP) di Pulau Manuran
Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 Ha di Pulau Manuran.
Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada tahun 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.
Perusahaan dengan izin dari pemerintah daerah:
1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Batang Pele
Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele.
Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.
2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) di Pulau Kawe
PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha di Pulau Kawe.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.
3. PT Nurham di Pulau Waigeo
Pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waigeo.
Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.
Berikut rangkuman perusahaan tambang merujuk rilis Kementerian ESDM dalam grafis:
Keberadaan pertambangan di Raja Ampat itu cukup mengejutkan. Kawasan Raja Ampat dikenal sebagai surga bahari dunia-hamparan laut biru, gugusan pulau-pulau kecil, dan kekayaan hayati yang menjadi impian para penyelam. Bahkan, mereka yang pelesiran sebagai backpaker ke Raja Ampat juga sudah bisa menikmati keindahannya, hamparan pulau-pulau kecil yang begitu dramatis saat disusuri, juga perairan dengan warna tosca dengan ribuan ikan kecil yang bisa dilihat dengan telanjang mata.
Merujuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pasal 1, disebutkan bahwa pulau kecil adalah pulau yang memiliki luas kurang dari atau sama dengan 2.000 kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Artinya, Raja Ampat, yang sebagian besar wilayahnya berupa gugusan pulau kecil-masuk dalam kategori tersebut.
Kemudian, pada Pasal 35 huruf k juga disebutkan larangan penambangan mineral, baik secara langsung maupun tidak langsung, apabila aktivitas tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran, atau merugikan masyarakat sekitar.
Larangan ini tak hanya terbatas pada tambang mineral, tetapi juga mencakup aktivitas ekstraktif lain seperti tambang migas, pengambilan pasir laut, serta pembangunan fisik skala besar yang dapat merusak lingkungan pesisir dan laut.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 juga memperkuat larangan itu. Dalam amar putusan tersebut, MK menegaskan bahwa praktik tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil bertentangan dengan prinsip kehati-hatian, perlindungan ekosistem, dan keadilan antargenerasi. Kerusakan akibat pertambangan di kawasan seperti ini bersifat irreversible-tak dapat dipulihkan kembali.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhani mengatakan bahwa fondasi utama pengembangan Raja Ampat adalah kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Dia mendukung evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin pertambangan di kawasan tersebut.
“Setiap kegiatan pembangunan di kawasan Raja Ampat harus berpijak pada prinsip kehati-hatian, menghormati ekosistem, serta keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian,” ujar Widiyanti.
Widiyanti bahkan tidak hanya menempatkan Raja Ampat sebagai destinasi wisata yang memiliki pembeda sebagai UNESCO Global Geopark, namun juga masuk destinasi pariwisata prioritas (DPP) Indonesia, kawasan konservasi perairan nasional, dan pusat terumbu karang dunia.
“Perlindungan Raja Ampat sebagai kawasan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia adalah keharusan. Potensi kerusakan kawasan itu akan menjadi kerugian global, bukan hanya nasional,” ujar Widiyanti.