Sebuah vihara di lereng gunung Gede menjadi wajah nyata dari sikap toleransi dan kebersamaan warga lintas agama di Cianjur. Seperti apa ceritanya?
Vihara Sakyawanaram merupakan salah satu vihara yang terletak di Lembah Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Vihara tersebut juga berada di lereng Gunung Gede Pangrango, sehingga suasana di vihara tersebut sejuk, di kelilingi oleh banyak hutan dan pegunungan.
Vihara Sakyawanaram biasa juga disebut oleh masyarakat sekitar Vihara Su Kong atau Vihara Pacet Vihara Sakyawanaran mulai didirikan oleh Y.A. M.N.S. Ashin Jinarakkhita pada tahun 1970-an.
Pada tahun 1970-an, beliau ingin mencari tempat pembinaan umat dan akhirnya beliau memilih Kawasan Pacet, Cianjur dikarenakan suasana yang sejuk dan tenang.
Y.A. Ashin Jinarakkhita kemudian memberikan nama resmi “Sakyawanaram” yang berarti tempat tingal (Ārāma) Keturunan Sakya, yaitu berarti vihara sebagai rumah umat Buddha pengikut Buddha Gotama.
Vihara Sakyawanaram diresmikan oleh Mayjen Soedjono Hoemardani pada hari Minggu Wage tanggal 7 Oktober 1973 pukul 17.00 WIB. Selain tempat ibadah umat Buddha, Vihara sakyawanaram juga sering dikunjungi oleh umat lintas agama.
Terutama pada saat momen Malam Jumat Kliwon, Vihara Sakyawanaram lebih ramai dikunjungi dari biasanya, karena pada malam Jumat Kliwon umat dari lintas agama hadir untuk bersama-sama mengikuti prosesi pancuran air suci yang terletak di area vihara.
Air yang mengalir dari pancuran tersebut diyakini dapat membawa berkah dan kesucian. Umat berbagai agama biasanya datang pada Jumat Kliwon untuk membasuh wajah, tangan, bahkan seluruh tubuh sebagai simbol penyucian dan pembersihan diri, baik lahir maupun batin.
Pancuran air di Vihara Sakyawanaram bukan sekedar keyakinan. Bagi umat Buddha, air melambangkan kejernihan pikiran dan penghapusan kilesa (kekotoran batin). Tetapi yang menarik dari tradisi pancuran air di Vihara Sakyawanaram, tradisi ini diikuti oleh umat lintas agama.
Para umat dari lintas agama datang dengan niat tulus untuk merasakan ketenangan dan menjaga nilai kebersamaan dan toleransi di Vihara Sakyawanaram.
Vihara Sakyawanaram terbuka untuk umum dari pagi hingga sore, pukul 07.00-17.00 WIB. Akses menuju Vihara tersebut jika dari Jakarta harus menempuh perjalanan ±2 jam menggunakan mobil.
Ketika berkunjung ke Vihara sebaiknya kita menggunakan pakaian yang sopan dan nyaman, bila perlu membawa jaket karena udara di area lereng gunung cukup dingin. Bagi umat Buddha, sebaiknya siapkan batin yang penuh hormat dan tenang saat memasuki area vihara dan khususnya pada saat sembahyang.
Dengan sejarah Vihara Sakyawanaram yang berakar dari pendirian vihara oleh Y.A. M.N.S. Ashin Jinarakkhita pada tahun 1970-an, vihara ini tumbuh menjadi simbol ketenangan, toleransi, dan kerukunan.
Tradisi pancuran air suci pada malam Jumat Kliwon juga menegaskan bahwa nilai spiritual dapat merangkul semua umat, tanpa memandang suatu perbedaan agama dan keyakinan.