Banjir Bali masih jadi sorotan dunia internasional hingga kini di tengah upaya penyelamatan dan perbaikan dampaknya. Berbagai dugaan bermunculan terkait penyebab banjir Bali yang merupakan peristiwa luar biasa.
Salah satunya alih fungsi lahan yang masif terjadi di Bali untuk mendukung industri pariwisata. Termasuk di daerah penyangga kawasan wisata yang lahannya diubah menjadi fasilitas akomodasi untuk para turis.
“Setiap tahun, Bali kehilangan sekitar 1.000 hektar lahan pertanian akibat konversi lahan. Konversi didorong pesatnya pembangunan akomodasi wisata seperti vila dan condotel,” tulis Ni Komang Pramudiasari dalam artikelnya yang berjudul Pariwisata Menyempitkan Ruang Hijau: Dampak Ekspansi Villa Terhadap Keseimbangan Tata Guna Lahan di Bali.
Tulisan dalam Jurnal Pacta Sunt Servanda dari Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) ini juga menyinggung kenaikan harga lahan sebagai pemicu alih fungsi. Terutama di sekitar destinasi wisata yang diubah menjadi vila, hotel, dan akomodasi lain untuk para turis.
Alih fungsi lahan mengancam keberadaan subak yaitu sistem tata kelola air dan irigasi. Sistem ini mencerminkan struktur sosial, religius, dan ekonomi masyarakat Bali. Sistem yang bersinergi dengan alam ini mengelola air dengan baik saat musim hujan dan kemarau, sehingga tidak terjadi banjir atau kekeringan.
Semakin masif alih fungsi, maka makin besar risiko terjadinya banjir di Bali. Apalagi jumlah hutan sudah kurang dari 30% luas total wilayah, yang artinya kemungkinan bencana lingkungan makin berisiko terjadi di Bali. Risiko bisa ditekan jika ada keinginan untuk mengendalikan alih fungsi lahan.
Hal senada disampaikan pengamat tata ruang wilayah, I Nyoman Gede Maha Putra. Dia menegaskan alih fungsi lahan yang masif turut menjadi penyebab banjir hebat yang menerjang Bali. Selain itu, ia menyebut banjir yang menewaskan belasan nyawa di Bali juga akibat tindakan manusia seperti lemahnya mitigasi bencana.
Gede juga merespons pernyataan Gubernur Bali Wayan Koster yang membantah penyebab banjir di Kota Denpasar akibat masifnya alih fungsi lahan. Koster menilai alih fungsi lahan lebih banyak terjadi di wilayah Badung dan Gianyar, bukan di Denpasar.
“Saat pemerintah menyebut alih fungsi lahan bukan penyebabnya, tidak sepenuhnya salah. Tetapi juga tidak benar. Alih fungsi merupakan salah satu penyumbang bagi munculnya banjir,” kata Gede saat dihubungi detikBali.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Sementara itu dikutip dari situs Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali, pemerintah setempat mengaktifkan kembali laman informasi Tarubali. Laman ini adalah sarana komunikasi publik untuk penguatan perencanaan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Bali.
Pemprov Bali menyatakan, revitalisasi Tarubali adalah komitmen untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian produktif. Fokus utama saat ini adalah penyelesaian peraturan gubernur tentang tata cara perencanaan pengendalian alih fungsi dan kepemilikan lahan produktif di Bali, sehingga pembangunan bisa sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Artikel ini menjadi artikel terpopuler detikTravel, Minggu (14/9/2025), baca juga artikel terpopuler lainnya di bawah ini