Menghabiskan beberapa jam dalam penerbangan bisa jadi pengalaman yang pengalaman yang kurang menyenangkan. Sempit, sesak, kurang oksigen, dan kering harus dihadapi penumpang hingga sampai tujuan.
Karena itu, penumpang ada yang mengonsumsi obat tidur atau anti-anxiety dengan harapan bisa lebih tenang selama penerbangan. Namun, dikutip dari Business Insider, obat-obatan ini tidak memberi banyak efek baik bagi penumpang.
Obat yang Haram Dikonsumsi Sebelum Terbang
Saking buruk efeknya, obat-obatan ini haram dikonsumsi sebelum penerbangan jarak jauh atau dekat. Berikut daftarnya
1. Obat kontrasepsi
Obat-obatan yang memengaruhi kerja hormon, salah satunya pil kontrasepsi, meningkatkan risiko terjadinya deep vein thrombosis (DVT). Kondisi DVT adalah darah yang mengental hingga menjadi gumpalan di pembuluh, umumnya di kaki atau lengan.
Risiko terjadinya DVT sebetulnya kecil namun tetap perlu dipertimbangkan, apalagi jika sering terbang atau punya kondisi tubuh tertentu. DVT bisa lepas llau nyangkut di paru-paru hingga menyebabkan emboli yang mengancam jiwa.
2. Obat tidur
Dengan kondisi yang serba tidak nyaman dalam penerbangan, penumpang memilih tidur atau istirahat hingga sampai tujuan. Obat tidur diharapkan bisa membantu penumpang lekas tidur sehingga bisa melalui ketidanyamanan tersebut dengan mudah.
Sayangnya, obat tidur bisa meningkatkan risiko DVT meski peluangnya kecil pada penumpang pria atau wanita. Namun peluang makin besar jika traveler tersebut perokok, mengalami obesitas, atau sedang hamil.
3. Antihistamin
Sebagai pengganti obat tidur, penumpang memilih konsumsi antihistamin karena memberi efek yang mirip. Penumpang akan merasa ngantuk hingga mudah tidur selama penerbangan.
Dalam beberapa kasus, orang tua memberi antihistamin pada anak dengan harapan tetap tenang selama perjalanan. Namun efek yang diperoleh justru sebaliknya, anak menjadi hiperaktif dan sangat berisik. Risiko lain adalah terjadi depressed breathing yang bisa berbahaya di tengah kadar oksigen terbatas selama di pesawat.
4. Obat anti-anxiety
Pada beberapa kasus, naik pesawat bisa benar-benar menakutkan hingga terjadi anxiety atau kecemasan. Konsumsi obat anti-anxiety dalam praktiknya memang membuat penumpang lebih riles dalam perjalanan hingga sampai tujuan.
Namun menurut terapis dan pilot Tom Bunn yang menulis dalam Psychology Today, anti-anxiety sebetulnya tidak banyak menolong penumpang dalam kecemasan. Obat-obatan tersebut meningkatkan kepekaan pada suara, pergerakan, hingga tersimpan dalam memori. Risiko lain adalah terjadi ketergantungan pada pasien anxiety.
Menurut Bunn, obat anti-anxiety mencegah tubuh terbiasa dengan kondisi saat terbang hingga terjadi cemas. Kondisi lanjut mengakibatkan penumpang dengan anxiety gelisah, tak mau diam, dan seperti ingin lari dari dalam pesawat.
Dengan penjelasan ini, penumpang dengan kondisi tertentu bisa konsultasi lebih dulu pada dokter sebelum terbang. Kondisi tubuh yang lebih baik memungkinkan melewati jam-jam selama penerbangan dengan lebih tenang.