Industri pariwisata Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi fenomena unik. Meski jumlah wisatawan terus meningkat, tingkat hunian kamar hotel justru menurun.
Survei Badan Pelaksana Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF) pada Maret 2025 mencatat okupansi resort hanya sebesar 43,5 persen. Hotel bintang lima lebih rendah lagi, hanya 21,3 persen, sedangkan hotel bintang empat tercatat di angka 30,4 persen.
“Rata-rata tingkat hunian turun 2,77 persen dari Februari ke Maret. Resort turun 1,8 persen, hotel bintang empat turun 8,9 persen. Namun, hotel bintang lima justru naik tipis 2,4 persen,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, dikutip dari detikbali.
Ironisnya, pada periode yang sama, jumlah wisatawan ke Labuan Bajo justru meningkat signifikan. Data dari Kantor Imigrasi mencatat 4.778 wisatawan dari 86 negara masuk lewat pelabuhan, dan 2.057 wisatawan dari 59 negara melalui Bandara Internasional Komodo.
Menginap di Laut, Bukan di Hotel
Lantas, ke mana para wisatawan menginap? Ternyata, banyak dari mereka lebih memilih akomodasi non-hotel. Liveaboard atau tinggal di kapal pinisi selama sailing trip di perairan Labuan Bajo menjadi pilihan favorit.
“Banyak wisatawan memilih menginap di homestay, guest house, atau kapal pinisi. Mereka datang untuk sailing trip dan menghabiskan malam di laut, bukan di hotel,” kata Frans.
Hotel Meruorah, salah satu hotel bintang lima di Labuan Bajo, mengaku mengalami penurunan okupansi hingga 20 persen pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Penurunan ini juga dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah,” ujar Marcomm & PR Manager Hotel Meruorah, Indira Puliraja.
Pernyataan senada diungkapkan oleh General Manager Luwansa Beach Hotel Alit Saputra.
“Okupansi di Luwansa juga mengalami penurunan, meski tidak drastis,” kata dia.
Persaingan Ketat dan Lama Menginap yang Singkat
Selain tren liveaboard, penurunan tingkat hunian juga dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah hotel dan penginapan di Labuan Bajo dalam beberapa tahun terakhir.
“Pertumbuhan kapasitas hotel bisa jadi lebih cepat dari pertumbuhan jumlah wisatawan, sehingga okupansi terlihat menurun,” ujar Frans.
Survei BPOLBF juga mencatat bahwa rata-rata lama tinggal wisatawan di Labuan Bajo hanya 2,15 malam. Banyak wisatawan hanya singgah satu atau dua malam sebelum atau sesudah sailing trip yang otomatis berdampak pada tingkat hunian hotel.
Tak semua wisatawan menginap di hotel berbintang. Banyak yang memilih penginapan dengan harga lebih ekonomis.
“Fenomena ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku industri perhotelan. Mereka harus menyesuaikan strategi layanan dan pemasaran dengan tren wisatawan saat ini,” kata Frans.