Ribuan kelelawar menjadi penghuni kompleks makam Ronggowarsito di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah sejak lama. Kelelawar itu tak mau pergi kendati sudah diusir.
Aroma kotoran keelelawar begitu menyengat saat detikJateng melewati gapura depan kompleks makam, Senin (27/10/2025) siang. Semakin jauh kaki melangkah di selasar ke arah cungkup makam, aromanya semakin kuat menusuk hidung.
Selain bau khas kotoran kelelawar, kompleks makam itu juga gaduh dengan cercit hewan nokturnal tersebut. Aroma kotoran dan suara cercit itu semakin kuat dari bawah genteng tepi cungkup makam, padahal tidak satu ekor pun kelelawar yang tampak terbang atau bergelantungan.
Pada tembok cungkup terlihat bekas lelehan air berwarna cokelat dari atap bekas kotoran kelelawar terkena air hujan. Di lantai teras dan lantai gedong makam, noda kotoran hewan nokturnal itu juga bertebaran.
Cungkup makam sendiri berukuran sekitar 25×10 meter, beratap genting tanah liat dan berbentuk joglo. Gaya arsitektur bangunannya merujuk abad 18 dengan tembok bertinggi sekitar 10 meter, jendela besar dan atap yang nyaris tegak.
Di ruang antara bawah genteng dan plafon itulah koloni kelelawar ternyata bersarang. Jumlahnya bukan puluhan ekor tapi mencapai ribuan atau mungkin ratusan ribu ekor.
“Selama ini rusaknya bagian atas terutama, bagian plafon. Karena di situ kan ada kelelawar bergelantungan,” ungkap pendamping juru kunci makam, Partono (60), kepada detikJateng di lokasi, Senin (27/10) siang.
Partono mengisahkan kotoran kelelawar baik air kencing dan kotorannya merusak konstruksi besi atap, juga kayunya. Sebagai informasi, saat ini Kementerian Kebudayaan tengah memugar kompleks makam tersebut.
“Ini sebenarnya sudah susut tapi masih ribuan, puluhan atau mungkin ribu, sejak dulu ada. Sejak saya lahir sudah ada kelelawar itu,” terang Partono yang keturunan juru kunci makam.
Partono menyatakan kelelawar itu biasa pergi terbang sekitar jam 18.00 WIB dan pulang ke cungkup jam 05.00 WIB. Menurutnya, salah satu yang mengganggu dari koloni kelelawar itu adalah kotorannya. Dia bahkan pernah mendapat 200 sak kotoran saat membersihkan kompleks makam itu.
“Pernah dapat 80 sak, 200 sak dan saya pakai untuk pupuk kompos. Bentuknya seperti debu, seperti pasir,” tutur Partono menunjukkan segenggam kotoran kelelawar.
Menurut Partono, kelelawar itu pernah dicoba diusir dengan berbagai cara. Namun nyatanya, kelelawar itu tak juga pindah mencari sarang lain.
“Pernah diberi lampu, dipasang sirine yang bunyi terus tapi tidak pergi juga. Ya nyatanya begitu,” kata Partono.
Ketua Pengelola Makam Ronggowarsito, Rakim, menjelaskan rehab salah satunya dengan memasang plafon semacam cor. Harapannya agar kencing dan kotoran kelelawar tidak rontok.
“Harapannya kotoran kelelawar tidak turun ke lantai. Kendalanya memang kelelawar, disapu lantainya tidak sampai menit, detik itu sudah kotor lagi,” kata Rakim.
Kelelawar di atap cungkup, kata Rakim jumlahnya sangat banyak. Dia pun bingung kelelawar itu tak mempan diusir dengan berbagai cara.
“Sudah sejak dulu, tidak ada ceritanya bagaimana. Pernah diberi karbit (belerang) tidak pergi, diberi ragi juga tidak pergi, dipasang lampu 400 watt tiap sudut tidak juga pergi, terakhir diberi sirine juga tidak pergi,” ujar Rakim.
“Kelelawar di sini juga lain. Ada semacam ekor kecil, itu sejak dulu,” ujar Rakim.
Oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan tengah memugar kompleks Makam Ki Ronggowarsito itu. Di kompleks makam itu akan ada kembaran Langgar Tegalsari seperti di Jawa Timur.
“Jadi kita sedang memugar kompleks Makam Ronggowarsito. Kita harapkan nanti dalam satu-dua bulan ini bisa selesai karena Ronggowarsito ini adalah pujangga panutup Jawa,” kata Fadli Zon saat ditemui di kompleks Candi Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Klaten, Kamis (23/10).
Dengan dilakukan pemugaran itu, Fadli Zon menginginkan kompleks Makam Ronggowarsito nyaman bagi pengunjung. Selain itu, dia menyebut pihaknya juga membangun sebuah langgar yang mirip dengan tempat Ronggowarsito di sebuah pesantren di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur.
“Termasuk juga kita buatkan langgar yang sama kembaran yang ada di Tegalsari, itu langgar yang dipakai Ronggowarsito saat belajar di Pesantren Tegalsari, Ponorogo,” kata dia.
***
Selengkapnya klik di detikjateng.






