Pengadilan Negeri (PN) Solo menolak permohonan ganti nama Paku Buwono (PB) XIV Purbaya. Lantas, apa kata tim Kuasa hukum pemohon?
Tim kuasa hukum Paku Buwono (PB) XIV Purbaya buka suara terkait putusan atas permohonan hukum dengan nomor perkara 153/Pdt.P/2025/PN Skt yang diajukan ke PN Solo.
Dalam permohonan tersebut, Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Puruboyo, memohon untuk berganti nama menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (S.I.S.K.S) Pakoe Boewono XIV.
Kuasa hukum PB XIV Purbaya, Teguh Satya Bhakti mengatakan, Perkara 153/Pdt.P/2025/PN Skt adalah perkara perdata permohonan bukan gugatan. Perkara perdata permohonan merupakan perkara perdata yang bersifat sepihak saja (non contentiosa).
Pemohon mengajukan permohonan ke pengadilan tanpa adanya pihak lawan. Fokus utama perkara perdata permohonan adalah pengesahan atau penetapan suatu keadaan hukum tertentu bukan penyelesaian sengketa.
“Permohonan Pemohon pada pokoknya memohon kepada Pengadilan Negeri Surakarta untuk memberikan izin kepada Pemohon untuk melakukan perubahan terhadap nama Pemohon dalam KTP Pemohon yang semula bernama Kanjeng Gusti Pangeran Harya Puruboyo menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (S.I.S.K.S) Pakoe Boewono XIV karena pada hari Sabtu tanggal 15 November 2025 telah mengucapkan sumpah Jumenengan sebagai raja baru di Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggantikan ayahnya yang wafat,” kata Teguh dalam siaran pers yang diterima, Jumat (12/12/2025).
Teguh menuturkan, dalam pertimbangan hukumnya, Hakim mempertimbangan bahwa dalam nama Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (S.I.S.K.S) Pakoe Boewono XIV total huruf dan spasi berjumlah 72 huruf.
Dikarenakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan, secara tegas menyebutkan jumlah huruf paling banyak termasuk di dalamnya spasi maksimal berjumlah 60.
“Maka apa yang dimohonkan Pemohon tersebut juga tidak sesuai dengan regulasi perubahan nama yang berlaku, dalam hal ini ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan,” ujarnya.
Dijelaskan, bahwa terhadap point 1 sampai dengan point 5 di atas, kuasa hukum akan mengajukan kembali Permohonan ke PN Surakarta dengan mengacu pada pertimbangan hakim.
Adapun yang menjadi persoalan hukum adalah, ada pihak pihak lain, yang mengajukan Permohonan Intervensi ke PN Solo. Disebutkan, permohonan intervensi adalah Dra. GRAy. Koes Moertiyah, M.Pd. dan KGPH. Hangabehi Suryo Suharto, yang pada pokoknya memohon kepada Hakim PN Solo, untuk ditetapkan sebagai Para Penggugat Intervensi yang membela kepentingan hukumnya sendiri dalam Perkara Perdata Nomor 153/Pdt.P/2025/PN Skt.
“Oleh karena, adanya permohonan para pemohon intervensi inilah, seolah-olah Perkara Perdata Nomor 153/Pdt.P/2025/PN Skt mengandung potensi sengketa. Padahal dalam perkara perdata permohonan tidak dikenal adanya intervensi, karena sifat dari permohonan merupakan suatu perkara voluntaire dan produk dari suatu perkara perdata permohonan adalah penetapan yang menerangkan suatu keadaan hukum (declaratoir), bukan putusan yang bersifat penghukuman (condemnatoir),” terangnya.
“Bahwa permohonan intervensi dari DRAy. Koes Moertiyah, M.Pd dan KGPH Hangabehi Suryo Suharto tersebut juga tidak diterima oleh hakim,” tambahnya.
Pada amar penetapan Perkara Perdata Nomor 153/Pdt.P/2025/PN Skt, menetapkan: Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
“Hal ini bermakna permohonan masih bisa diajukan kembali dengan memenuhi syarat-syarat formil sebagaimana di pertimbangan oleh hakim, sekaligus sebagai sarana pembuktian bahwa tidak ada potensi sengketa dalam perkara perdata a quo,” pungkasnya.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
——-
Artikel telah naik di detikJateng.






