Dear Kemenpar, Tren Pariwisata Massal Sudah Lewat, Saatnya Music Tourism

Posted on

Dua band rock legendaris dunia manggung di Indonesia pada Oktober 2025. Itu menjadi peluang besar bagi Kementerian Pariwisata untuk mendorong promosi music tourism sekaligus mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara lewat konser kelas dunia.

Dua band rock itu Foo Fighters dan The Smashing Pumpkins. Merujuk jurnal penelitian Universitas Gajah Mada yang berjudul ‘Potensi Pariwisata Musik Sebagai Alternatif Pariwisata Baru di Indonesia’, yang disusun oleh Aun Rahman, kedatangan dua band rock legendaris itu bisa menjadi peluang besar menghidupkan ekonomi pariwisata. Sebab, potensi sektor pariwisata berbasis musik sangat berpotensi besar.

Salah satu poin yang menjadi pijakan Kemenpar adalah menyiapkan obat untuk menetralkan rasa jenuh wisatawan terhadap pariwisata massal. Music tourism bisa mendorong munculnya alternatif pariwisata baru yang lebih segar dan menarik.

Dalam penelitian itu disebutkan, Java Jazz, sebagai salah satu hajatan jazz terbesar di dunia, sebagai contoh konkret bagaimana festival musik bisa menjadi daya tarik wisata yang kuat. Festival itu dihelat dalam tempo tiga haris, dikombinasikan dengan bazar kuliner dan suvenir hasil produksi UMKM.

Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa konsep festival musik seperti Java Jazz mampu memberi dampak nyata bagi pariwisata. Mulai dari efek ekonomi yang signifikan, peningkatan okupansi hotel, hingga terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.

Penelitian Peny Meliaty Hutabarat dalam judul Potensi Wisata Musik di Indonesia: Festival Musik dan Perannya dalam City Branding sekaligus bisa menjadi upaya branding kota.

“Kota-kota di Indonesia punya peluang besar untuk menggabungkan keindahan alam dengan festival musik sebagai nilai tambah dalam menarik wisatawan. Kelas menengah Indonesia yang terus tumbuh menjadikan pariwisata sebagai bagian dari gaya hidup, dan ini bisa dimanfaatkan untuk memperluas pasar musik wisata,” tulis Peny.

CEO Ravel Entertaiment, yang merupakan promotor pembawa Foo Fighters ke Indonesia, Emmanulle Ravelius Donlad Junardy, sepakat dengan penelitian itu. Berkaca pengalamannya sebagai motor dari festival musik metal terbesar se-Asia Tenggara, Hammersonic Festival, hajatan tahunan para metalhead, dia menyadari betul potensi pariwisata dan ekonomi kreatif dari festival musik.

Menurut Ravel, Hammersonic atau festival musik lain bukan sekadar festival musik biasa. Festival musik seharusnya diptimalkan sebagai cara untuk mempromosikan keindahan yang dimiliki oleh Indonesia.

“Tentu saja kami memiliki beberapa inisiatif seperti menghadirkan elemen-elemen budaya lokal dari area festival dan memberikan rekomendasi destinasi wisata sekitar. Kami juga memperkenalkan budaya Indonesia kepada artis-artis yang kami bawa,” ujar dia.

“Serta menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lokal agar pengalaman para penonton internasional tidak berhenti di panggung, tapi juga merambah pada interaksi dengan budaya Indonesia,” kata Ravel.

Untuk mewujudkan itu bukan tanpa tantangan. Dia mengatakan untuk menghidupkan ekosistem pariwisata musik salah sattu kendala adalah kolaborasi lintas sektor. Dia menilai bagian itu acap kali tidak optimal.

“Padahal potensi untuk bersinergi sangat besar. Selain itu, tantangan lainnya adalah soal persepsi, masih ada yang melihat festival musik hanya sebagai hiburan semata, padahal ada nilai ekonomi dan budaya yang luar biasa di baliknya,” kata Ravel saat dihubungi detiktravel.

tren

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *