Kawasan Wisata Tematik Lembur Katumbiri Bandung

Posted on

Salah satu wilayah di Bandung yakni Dago kini bersolek kembali. Tempat itu adalah kawasan wisata tematik Kampung Pelangi yang mulai hidup lagi, namanya pun berganti jadi Lembur Katumbiri.

Nama Lembur Katumbiri diusulkan langsung oleh warga untuk menggantikan nama sebelumnya dengan harapan lebih mencerminkan identitas lokal dan menghindari stereotipe.

“Katumbiri” dalam bahasa Sunda berarti pelangi, tetapi dengan rasa kultural yang lebih dalam dan kontekstual.

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan meresmikan kawasan wisata tematik Lembur Katumbiri di RW 12, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong. Mengutip situs resmi Pemkot Bandung, Farhan menyampaikan apresiasi tinggi atas kolaborasi lintas dinas, komunitas, dan seniman yang menjadikan kawasan ini hidup dengan warna, cerita, dan identitas lokal.

Kampung tersebut direvitalisasi dengan pengecatan ulang 347 rumah menggunakan 504 galon cat senilai Rp190 juta, melibatkan 150 personel lapangan.

Ia menyebut kehadiran Lembur Katumbiri sebagai bukti bahwa pembangunan Kota Bandung kini tak lagi sekadar urusan infrastruktur, tetapi juga mencakup aspek seni, budaya, dan kebersamaan warga.

“Kami ingin Bandung punya cerita. Jangan sampai kota ini hanya jadi tempat lewat, tetapi tak memberi kenangan. Mural di dinding harus punya narasi, seperti yang kita lihat di Leiden, Belanda dengan puisi Khairil Anwarnya,” ungkap Farhan.

Farhan juga menyinggung pentingnya menjaga keteraturan kota, termasuk penataan PKL dan parkir liar. Ia berharap Lembur Katumbiri bisa menjadi contoh kawasan wisata lokal yang rapi, inklusif, dan bernilai edukatif.

Jangan Hanya Jadi Simbol

Mengutip detikJabar, Ketua DPRD Kota Bandung, Asep Mulyadi, mengatakan pihaknya menyambut baik niat Pemkot Bandung yang menata kawasan Dago untuk menjadi daya tarik wisata dengan mengedepankan nilai-nilai seni dan budaya. Namun Asep meminta pemerintah harus menghadirkan sesuatu hal yang dapat memberi manfaat untuk kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan Lembur Katumbiri tersebut.

“Kami merespon positif apa yang dilakukan oleh pemerintah, namun bukan sekadar dinamakan Lembur Katumbiri. Harus ada yang substantif di sana, bagaimana ciri khas di sana, diberdayakan, misal jadi pasar tradisional sehingga buat masyarakat sendiri bukan sekedar orang menikmati keindahan warna-warni,” kata Asep.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *