Kendati DPR RI telah meminta masyarakat untuk tak takut memutar musik, pelaksanaan di lapangan berbeda. Perusahaan Otobus (PO) masih takut memutar musik.
Suasana perjalanan bus antarkota pun kini senyap tanpa musik. Pantauan detikjatim di Terminal Purabaya, Jumat (22/8/2025), sejumlah kru perusahaan otobus (PO) mengaku mematuhi imbauan internal untuk tidak memutar musik di perjalanan.
“Seluruh PO Widji tidak memutar (musik), sudah dari beberapa waktu ini. Ada imbauannya dari pusat buat tidak mutar musik, jadi sampai sekarang ndak memutar,” ujar kondektur PO Widji, Kamim (56).
Langkah serupa dilakukan oleh PO Eka. Salah satu sopir PO Eka Pujianto (43) mengatakan trayek jarak jauh hingga 12 jam dijalani tanpa iringan musik karena masih mengikuti aturan pusat.
“Masih tetap tidak memutar musik, belum ada surat baru lagi dari pusat. Jadi masih mengikuti surat imbauan terakhir untuk ndak putar lagu,” kata dia.
Pujianto mengatakan perubahan itu berdampak secara psikologis. Sebab, biasanya dia memanfaatkan musik untuk mereduksi kantuk.
Kini, untuk menghindari kantuk dia memilih tidak ngebut, meski konsekuensinya penumpang kerap mengeluh perjalanan terasa membosankan.
“Cara biar sopir nggak ngantuk ya kita nyetirnya ndak terlalu kencang, karena kelasnya eksekutif juga harus menjaga kenyamanan penumpang,” kata dia.
Bahkan, protes dari penumpang sering muncul akibat bus tanpa hiburan musik.
“Kalau dulu biasanya mutar lagu-lagu Indonesia kayak lagu pop atau yang nuansa nostalgia. Sekarang ya banyak yang komplain dari penumpang, tapi ya kita jelaskan soal imbauan dari pusat itu,” katanya.
Salah satu penumpang, Fitriatus (29), juga berharap musik bisa kembali diputar untuk menemani perjalanan panjang.
“Biar ada hiburan, biar tenang selama perjalanan nggak tegang. Kalau saya mending musiknya dari bus, bukan dari penumpang (yang mendengarkan pribadi),” kata dia.
Dasco: Jangan Ragu Putar Musik
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menekankan pentingnya audit pengelolaan royalti demi menjaga kepercayaan publik. Dia mengatakan pernyataan itu berdasarkan hasil rapat antara pemerintah dengan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional), hingga insan musik Tanah Air.
“Tadi telah disepakati bahwa delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN, sambil menyelesaikan Undang-Undang Hak Cipta dan dilakukan audit untuk transparansi kegiatan-kegiatan penarikan royalti yang ada selama ini,” kata Dasco di kompleks parlemen, Kamis (21/8).
Dasco berharap masyarakat tidak ragu untuk memutar lagu demi menjaga suasana kondusif dunia musik.
Pemerintah juga menjelaskan soal Permenkum Nomor 27 Tahun 2025 yang memperkuat struktur kelembagaan LMKN dan transparansi distribusi royalti.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dr Yenny Eta Widyanti, mengatakan kewajiban royalti memiliki dasar hukum kuat di Indonesia.
“Royalti adalah imbalan atas penggunaan ciptaan yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Ini telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta diperjelas melalui PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti,” kata dia.
Yenny menegaskan pembayaran royalti wajib dilakukan jika musik digunakan untuk kepentingan komersial, tetapi mekanisme pengenaan harus tetap adil.
“Asas kewajaran dan keadilan harus diperhatikan, agar ekonomi rakyat tidak tertekan tetapi hak pencipta tetap terlindungi,” ujar dia.
Ia juga mengingatkan tidak semua karya musik dikenakan royalti karena hak cipta memiliki batas waktu perlindungan.
“Perlindungan hak cipta hadir sebagai bentuk penghargaan atas karya pencipta. Royalti adalah wujud reward, tetapi tetap harus diatur dengan proporsional dan adil. Hak pencipta dihormati, ekonomi rakyat juga harus tetap tumbuh,” ujar dia.
***
Selengkapnya klik di sini.