Pendaki asal Sukabumi, Yuswandi tutup usia ketika mendaki gunung Slamet. Perjalanan hidup Yuswandi berakhir di pos 5.
Langit mendung Sukabumi seakan turut berduka atas kepergian Yuswandi. Seorang pemuda duduk menunduk memandangi tanah merah yang masih lembap. Aroma bunga segar bercampur bau tanah basah menusuk hidung, mengingatkan jika kepergian itu nyata dan tidak bisa ditawar-tawar.
Pemuda itu adalah Ghazi Adias Alghazali, anak dari Yuswandi (46), pendaki gunung yang menghembuskan napas terakhir di pos 5 Gunung Slamet.
Yuswadi adalah warga Kampung Kebon Pala, RT 01/RW 07 Desa/Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Dia bersama sang istri, melakukan pendakian ke Gunung Slamet pada Selasa (22/7) lalu.
Ini bukan kali pertama mereka menapak jalur terjal bersama. Gunung Merbabu, Sindoro, Gede, dan Ciremai sudah pernah mereka daki dan menjadi saksi kebersamaan keduanya. Tapi kali ini berbeda. Takdir tak mengizinkan Yuswandi pulang dengan napas utuh.
Kronologi Meninggalnya Yuswandi
Basarnas Cilacap menerima informasi satu orang pendaki yang mengalami sakit di Pos 5 jalur pendakian Gunung Slamet via Bambangan pada Sabtu (26/7) sore.
“Kurang lebih pukul 16.30 WIB Pos Gunung Slamet menerima info dari porter bahwa satu orang pendaki mengalami sakit membutuhkan evakuasi di Pos 5 jalur pendakian Gunung Slamet via Bambangan,” kata Kepala Basarnas Cilacap, M Abdullah.
Berselang satu jam, pendaki dilaporkan meninggal. Kepastian itu didapat setelah ada pendaki lain yang berprofesi sebagai dokter memeriksa kondisi korban.
“Pada pukul 17.45 WIB survivor dinyatakan MD (meninggal dunia) oleh pendaki yang berprofesi sebagai dokter. Selanjutnya tim rescue Gunung Slamet berangkat ke lokasi dan meneruskan info ke Unit Siaga SAR Banyumas pukul 18.30 WIB,” ujar dia.
Yuswandi dan istrinya memang pencinta alam. Di usia 40-an, keduanya tetap semangat mendaki, namun selalu dengan perhitungan matang. Mereka menyewa porter agar tidak terbebani, hanya ingin menikmati alam tanpa ambil risiko. Tujuan pendakian kali ini jelas ke puncak Slamet.
Namun di tengah perjalanan, Yuswandi jatuh sakit. Diduga karena kelelahan, tubuhnya tak lagi mampu menyesuaikan diri dengan kondisi ekstrem di ketinggian. Tim SAR segera bergerak, mengevakuasi Yuswandi dalam keadaan sudah tak bernyawa.
“Kami langsung berkomunikasi dengan tim SAR, juga dengan ibu saya yang mendampingi saat itu. Setelah dievakuasi, jenazah langsung dibawa ambulans ke arah Sukabumi karena kami tidak ingin terlalu lama menunda,” kata Ghazi Adias Alghazali Yuswandi (21) selaku anak almarhum di rumah duka, Minggu (21/7/2025).
Rencana membawa jenazah ke rumah sakit sempat ada, namun urung dilakukan. Keluarga menilai proses itu hanya akan memakan waktu, sementara mereka telah menerima peristiwa ini sebagai takdir dari Yang Maha Kuasa.
“Kami sudah ikhlas, ini musibah. Tidak ada hal lain yang mencurigakan, dan tidak ingin memperpanjang dengan pemeriksaan medis,” lanjutnya.
Perjalanan pulang dari Jawa ke Sukabumi pun dilakukan dengan cepat. Ambulans yang membawa jenazah bertemu rombongan keluarga di Cirebon sekitar pukul 05.00 WIB. Dari sana, mereka melanjutkan perjalanan bersama menuju tanah wakaf milik keluarga.
Tanah itu bukan sembarang tanah. Di atasnya kini berdiri yayasan Kuttab Al-Fatih, sekolah berbasis pendidikan ala zaman Nabi. Yuswandi sendiri terlibat aktif di sana, baik dalam organisasi maupun kegiatan pendidikan.
Sebelum meninggal, ia sempat berwasiat agar kelak jika meninggal, dimakamkan di tanah ini. “Karena ada keberkahan di tanah ini. Ini juga amanah almarhum, jadi kita tunaikan,” ujarnya
Sosok Yuswandi dikenal dekat dengan alam dan aktif di kegiatan keislaman. Terakhir, ia mendaki Gunung Gede bersama rombongan 11 orang, termasuk istri dan anaknya.
———
Artikel ini telah naik di detikJabar.