Kawasan hutan di Pegunungan Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat kini mulai mengkhawatirkan setelah ditemukannya lahan terbuka dari citra satelit yang dilakukan oleh Sanggabuana Consevatiion Foundation (SCF).
Dalam postingan akun Instagram @gunungsanggbuana, menuliskan potensi bencana yang bisa saja terjadi seperti di Sumatera. Jika terus dibiarkan terjadi, tidak menutup kemungkinan banjir dan longsor bisa menimpa pemukiman yang ada di sekitar Pegunungan Sanggabuana.

“Ada empat kabupaten yang ada di sekitaran Pegunungan Sanggabuana yaitu Karawang, Purwakarta, Bogor, dan Cianjur. Wilayah kecamatan terdekat adalah Pangkalan, Tegalwau, Sukasari, Cigunungherang, dan Tanjungsari,” tulis caption akun tersebut, Senin (8/12/2025).
“Alih fungsi lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan menebang tegakan masih masif dilakukan oknum masyarakat di sekitar hutan Pegunungan Sanggabuana,” lengkap mereka.
Dikonfirmasi perihal itu, Founder SCF, Bernad T. Wahyu Wiryanta, mengatakan situasi itu sebetulnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Luas pembabatannya pun bervariasi dan alih fungsi lahan itu didominasi untuk ladang perkebunan.
“Betul, itu sebenarnya sudah dua tahun yang lalu. Nah beberapa itu memang ada yang kurang dari setengah hektar, ada yang satu hektar, dan rata-rata kemudian dipakai untuk berkebun ya. Sebenarnya diperbolehkan berkebun, terutama berkebun tanaman keras di hutan asal tidak membabat tegakan hutan,” kata Bernard saat dihubungi detikTravel, Rabu (10/12/2025).
Hilangnya pohon-pohon besar di kawasan Pegunungan Sanggabuana itu menurut Bernard bisa sangat berdampak buruk terhadap lingkungan. Ia membenarkan jika pengalihfungsian lahan menjadi perkebunan itu diperbolehkan, dengan catatan tidak menebang pohon yang ada di hutan.
Bernard mencontohkan seperti pohon jengkol, petai, dan kopi itu boleh saja digarap. Namun fakta yang didapat pihaknya adalah banyak pohon-pohon besar di sana yang dibabat habis.
“Misalnya menanam tanaman buah, tanaman keras seperti jengkol, petai, kopi itu diperbolehkan dengan catatan tidak menebang pohon yang ada di hutan. Celakanya kan banyak yang kemudian menebang pohon-pohon di hutan, bisa secara langsung, bisa juga kemudian dikupas kulitnya dulu kambiumnya supaya kering, kalau udah kering mereka punya alasan untuk menebang pohon tadi,” jelasnya dalam saluran telepon.
Praktik buruk oleh masyarakat itu sebetulnya sudah banyak disosialisasikan, Bernard menyebut kerap kali kepada desa di sana mengadakan edukasi kepada masyarakat tentang praktik itu. Tetapi hingga kini masih tetap saja perilaku itu terjadi di Pegunungan Sanggabuana.
“Kalau data terakhir kemarin kan kita ambil dari citra satelit terus anak-anak ground check kan, sekaligus kemarin ekspedisi bareng TNI AD kan memasang camera trap itu. Memang faktanya di hutan banyak yang sudah dibabat,” ucap Bernard.





