Wakil Direktur Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia Deni Danial Kesa, MBA., Ph.D. mengatakan bukan hal yang mustahil bagi Indonesia untuk menjadi tujuan wisata nomor satu di Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk menyaingi bahkan melampaui Malaysia dan Thailand jika mampu menjalankan strategi yang tepat.
Deni menjelaskan ada tiga kunci utama yang harus diperkuat, yakni sinkronisasi lintas kementerian dan daerah, investasi jangka panjang di infrastruktur serta talenta kreatif, dan pemanfaatan teknologi untuk personalisasi pengalaman wisata. Ketiga hal ini, kata dia, akan membuat pengelolaan pariwisata Indonesia lebih terarah, berkelanjutan, dan mampu menarik minat wisatawan global.
“Kuncinya ada di tiga, yakni sinkronisasi lintas kementerian dan daerah, investasi jangka panjang di infrastruktur dan talenta kreatif, serta pemanfaatan teknologi untuk personalisasi pengalaman wisata,” kata dia.
“Dengan langkah itu, mengejar Malaysia bukan lagi perkara angka, melainkan tentang membangun ekosistem yang mampu menjual keindahan sekaligus nilai tambah budaya, inovasi, dan kreativitas lokal secara berkelanjutan,” dia menegaskan.
Deni menegaskan bahwa pariwisata tidak bisa bekerja sendirian, namun dibutuhkan kerja keras dan kebijakan yang mendukung.
“Pertanyaan ‘kapan Indonesia bisa menyusul Malaysia?’ Sebetulnya tak punya jawaban tunggal. Bukan karena mustahil, tapi karena keberhasilan pariwisata tidak tumbuh dari satu kebijakan atau kampanye, melainkan dari ekosistem yang matang dan sabar dibangun,” kata dia.
“Kalau mau realistis, Indonesia baru bisa mengejar angka kunjungan setara Malaysia ketika fondasi pariwisata dan ekonomi kreatifnya bertransformasi dari sekadar “event-driven” menjadi “experience-driven”. Artinya, pariwisata tak lagi dijalankan lewat proyek promosi musiman atau festival seremonial, tapi lewat pengalaman otentik yang terus hidup misal desa wisata yang benar-benar berfungsi, pelaku kreatif yang mendapat dukungan lintas sektor, dan kebijakan yang berpihak pada kemudahan akses,” dia menjelaskan.
Deni mengatakan selama arah promosi dan kebijakan berubah setiap lima tahun, brand pariwisata Indonesia tidak akan menembus benak wisatawan global. Malaysia berhasil karena mempunyai strategi jangka panjang bertajuk Malaysia Truly Asia yang bertahan lebih dari dua dekade, dan Amazing Thailand menembus batas generasi dan geografi.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Karena Indonesia memiliki potensi yang bahkan lebih kaya dengan keragaman budaya, lanskap, dan kreativitas yang luar biasa , namun belum dikelola dalam satu ekosistem terpadu. Banyak destinasi unggul secara alami, tapi lemah dalam pengalaman terkurasi: jalan menuju lokasi sulit, infrastruktur digital belum stabil, promosi dilakukan tanpa riset pasar yang matang,” ujar dia.
Deni menyebut bukan hal yang mustahil untuk mendongkrak posisi Indonesia. “Kita punya keunikan yang tak bisa disalin sense of place yang hidup, budaya yang tidak dibuat-buat, serta ekonomi kreatif yang sedang naik daun,” kata dia.
“Kalau kita mampu memadukan visi Thailand (integrasi dan profesionalisme) dengan karakter Malaysia (promosi konsisten) sambil menjaga jati diri lokal, maka target 25-30 juta wisatawan mancanegara bukan ilusi. Bukan soal kapan kita “menyusul”, tapi kapan kita berhenti membandingkan dan mulai menanam strategi yang berakar panjang,” ujar dia.
Sepanjang tahun 2025, mulai Januari hingga Agustus, jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia masih kalah dari Malaysia dan Thailand. Malaysia melaporkan telah mendatangkan 282 juta turis asing, sedangkan Thailand sebanyak 21,8 juta. Adapun Indonesia mendatangkan 21,8 juta orang.