Candaan Pandji Pragiwaksono Soal Rambu Solo Dinilai Lukai Hati Masyarakat Toraja

Posted on

Komika Pandji Pragiwaksono mendapat kritik setelah menyinggung adat Toraja dalam stand up comedy. Masyarakat Toraja menuntut permintaan maaf atas pernyataannya.

“Kami sangat menyayangkan seorang tokoh publik berpendidikan seperti Pandji menjadikan adat Toraja sebagai bahan lelucon,” kata Ketua Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) Makassar, Amson Padolo dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).

Amson mengatakan ada dua hal dalam materi stand up comedy Pandji yang melukai hati masyarakat Toraja. Salah satunya adalah menilai masyarakat Toraja jatuh miskin karena pesta adat.

“Ada dua hal yang membuat kami terluka. Pertama, pernyataannya bahwa banyak warga Toraja jatuh miskin karena pesta adat. Kedua, anggapan bahwa jenazah disimpan di ruang tamu atau depan TV. Itu tidak benar dan sangat menyinggung,” tegasnya.

Menurut Amson, praktik menyimpan jenazah dalam tradisi Toraja tidak dilakukan sembarangan. Jika keluarga belum memiliki rencana menggelar Rambu Solo atau upacara kematian khas Toraja, maka jenazah akan disemayamkan di ruang khusus bukan di ruang tamu seperti yang disampaikan Pandji.

“Sementara, kalau keluarga memang belum mampu, akan ada kesepakatan bersama untuk memakamkan. Tidak pernah ada yang menaruh jenazah di depan TV,” terangnya.

Bagi masyarakat Toraja, lanjut Amson, Rambu Solo bukan pesta kemewahan, melainkan bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Upacara ini mencerminkan nilai kekerabatan, gotong royong, dan kasih sayang. Di balik prosesi yang megah, tersimpan filosofi tentang solidaritas sosial dan penghargaan terhadap kehidupan.

“Esensi Rambu Solo itu penghormatan kepada orang tua atau kerabat yang telah meninggal. Ini adalah bentuk akulturasi antara ajaran Aluk Todolo dan nilai kekristenan. Bukan soal pesta atau kemewahan, tapi rasa hormat dan cinta kasih,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa banyak pihak luar yang sering salah menafsirkan prosesi tersebut karena hanya melihat sisi lahiriahnya, seolah pesta besar. Padahal nilai spiritual dan sosialnya jauh lebih dalam.

“Pandji seharusnya memahami konteks ini sebelum melontarkan candaan yang justru melukai perasaan banyak orang,” tambahnya.

Amson juga menyinggung adat dan budaya Toraja bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga telah mendunia. Upacara Rambu Solo dan arsitektur rumah adat Tongkonan menjadi daya tarik wisata budaya yang dikagumi wisatawan mancanegara.

UNESCO bahkan menempatkan kawasan Toraja sebagai warisan budaya takbenda dunia, karena nilai-nilai spiritual dan sosialnya yang unik. Bagi banyak pelancong, Toraja adalah simbol dari keberagaman dan kekayaan budaya Nusantara yang jadi sebuah bukti bahwa penghormatan terhadap leluhur bisa disampaikan dengan cara yang luhur dan penuh makna.

Amson lantas menuntut Pandji punya tanggung jawab moral untuk berhati-hati dalam setiap pernyataannya. Terlebih yang menyentuh ranah identitas dan kebudayaan.

“Kami menuntut Pandji meminta maaf secara terbuka. Ini bukan hanya soal satu suku, tapi pelajaran bagi semua pihak agar tidak seenaknya mempermainkan budaya orang lain, sekalipun dalam konteks humor,” ungkapnya lagi.

Artikel ini sudah tayang di detikSulsel, baca selengkapnya di sini.