Di Jepang Payung Tak Sekadar Penghalang Hujan-Panas, tapi Alat Spiritual

Posted on

Dalam keseharian, payung berfungsi sebagai pelindung saat berada di luar ruangan dalam kondisi hujan atau panas. Namun di Jepang, fungsi payung lebih dari itu.

Traveler yang pernah ke Jepang atau menghadiri festival Jepang pasti tidak asing dengan payung warna-warni yang lebar dengan gagangnya yang panjang. Nah, ada makna spiritual lho terhadap payung tersebut.

Dilansir dari BBC, Minggu (10/8/2025) menurut Tatsuo Danjyo, profesor emeritus humaniora di Universitas Beppu di Prefektur Ōita, Jepang, tradisi negeri sakura menyatakan bahwa benda-benda tertentu (termasuk payung) dapat berfungsi sebagai yorishiro (benda yang menarik dewa atau roh). Keyakinan ini berakar kuat dalam sejarah.

Payung pertama kali muncul di Jepang sekitar abad ke-9 dan ke-11. Namun alih-alih melindungi orang dari cuaca, payung berfungsi sebagai simbol kekuatan spiritual atau politik.

Payung-payung awal, seperti sashikake-gasa bergagang panjang, diperuntukkan bagi tokoh agama dan politik yang payung tersebut dipegang oleh para pelayan.

“Orang Jepang cenderung memiliki cara berpikir animistik. Bentuk payung melingkar yang menyerupai bentuk jiwa, dan gagangnya yang menyerupai pilar dianggap sebagai tempat yang mudah diakses bagi jiwa untuk turun,” ujar Danjyo.

Pada abad ke-12, Danjyo mencatat bahwa payung mulai banyak digunakan oleh masyarakat umum. Dan selama berabad-abad berikutnya makna spiritualnya tetap terjaga.

Sekarang, makna spiritual yang sama itu pun muncul kembali dalam berbagai festival di seluruh Jepang. Pada Yasurai Matsuri di Kyoto, yang diadakan setiap tahun pada minggu kedua bulan April, payung-payung berhias bunga dipercaya dapat mengusir penyakit dari manusia.

Pada festival Hakata Dontaku (berlangsung setiap 3-4 Mei di kota Fukuoka di utara) kendaraan hias kasaboko besar diarak di jalanan dan diyakini akan membawa berkah kesehatan dan keberuntungan.

Di Pulau Okinoshima di Prefektur Kōchi, setiap tanggal 13-16 Agustus, penduduk membuat struktur payung yang dihias dengan warna-warni, di mana mereka percaya bisa menampung arwah orang yang baru saja meninggal selama festival tahunan Obon mereka.

Setiap dua tahun sekali, pada malam tanggal 16 Agustus, payung-payung ini dibawa dalam tarian ritual mengelilingi panggung utama, secara simbolis membimbing arwah kembali dengan selamat ke alam roh.

Payung bahkan juga menginspirasi salah satu mahkluk supernatural paling terkenal di Jepang yaitu kasa yokai (roh payung). Roh-roh supernatural ini muncul dalam karya seni bersejarah seperti Parade Malam Segudang Goblin, di mana barang-barang rumah tangga yang terbengkalai ditampilkan hidup kembali.

Makhluk ini sering digambarkan dengan mata tunggal dan fitur-fitur unik, Kasa yokai mencerminkan kepercayaan animisme Jepang bahwa bahkan benda pun dapat memiliki roh, terutama yang telah digunakan, dicintai, dan akhirnya dibuang.

Para wisatawan yang tertarik dengan sejarah dan kerajinan payung tradisional Jepang dapat menjelajahinya secara langsung di berbagai lokakarya dan museum di seluruh Jepang seperti Yodoe Umbrella Folklore Museum, Kyoto Tsujikura, dan Matsuda Wagasa.