Mungkin, setelah berada di penangkaran ini gajah-gajah besar ini bisa hidup layaknya gajah semestinya. Mereka dulunya dimanfaatkan untuk mengangkut kayu hingga menjamu turis, sampai tulang punggung mereka rusak.
Dilansir dari SCMP, Selasa (27/5/2026) di Suaka Gajah Samui, Kaew Ta dan Kham Phean bersantai di tengah teriknya panas bulan Mei dengan berendam di kolam renang dan mandi lumpur.
“Kaew Ta dan Kham Phean suka menyemprotkan lumpur di punggung mereka karena lumpur melindungi kulit mereka dari sinar matahari dan juga serangga,” kata pemandu suaka Sam Surachai Pinsepin tentang gajah-gajah tersebut, yang keduanya berusia pertengahan enam puluhan.
Dia menambahkan bahwa kedua gajah ini juga menyukai camilan berupa semangka, nasi, dan labu yang dibungkus daun pisang. Di lahan subur Bo Phut di jantung Koh Samui, sebuah pulau wisata di Thailand selatan ini menjadi rumah bagi tujuh gajah Asia betina.
Namun ada cerita sedih di setiap gajah yang tinggal di sini.
Bertahun-tahun sebelum tiba di tempat perlindungan tersebut pada tahun 2018, gajah-gajah tersebut melakukan pekerjaan berat di industri penebangan kayu. Mereka bekerja hingga tahun 1989, ketika Thailand melarang perdagangan kayu untuk melindungi hutannya.
Tindakan tersebut membuat banyak gajah pekerja di negara tersebut menganggur. Lalu pawang yang menangani mereka mencari pekerjaan di sektor pariwisata.
Kham Phean kemudian menghabiskan 30 tahun di Pattaya Ketika ia tidak ditunggangi oleh wisatawan, ia dirantai ke pohon.
Kaew Ta, yang matanya sebelah buta setelah dipukul pawangnya dengan benda tajam karena tidak mematuhi perintah, juga menghabiskan waktu bertahun-tahun menggendong wisatawan di tengah cuaca panas. Ia juga dirantai selama sisa waktunya.
Kehidupan keras yang dihabiskan untuk bekerja di bidang penebangan dan pariwisata adalah benang merah yang menghubungkan hewan-hewan di tempat perlindungan di Bo Phut dan tujuh gajah lain yang diselamatkan di cabang keduanya di Chaweng Noi, juga di Koh Samui. Bekas luka besar di dahi mereka menjadi ‘saksi bisu’ gajah-gajah itu dipukuli dengan kait logam, sengsara dan menderita.
Gajah Vs sektor pariwisata
Faktanya, gajah Asia terdaftar sebagai spesies yang terancam punah dalam Daftar Merah Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Dan Thailand adalah rumah bagi sekitar 15 persen dari 52.000 gajah Asia liar. Mamalia tersebut berkeliaran bebas di 12 negara lain, termasuk Bangladesh, Bhutan, Kamboja, dan China.
Menurut penelitian tahun 2021 oleh organisasi nirlaba World Animal Protection (WAP), Thailand memiliki 4.000 gajah di penangkaran.
Namun, banyak yang akhirnya dieksploitasi dalam industri pariwisata besar Thailand. Gajah telah menjadi komoditas berharga di sektor pariwisata Thailand, namun banyak operator hanya melihat mereka sebagai objek untuk mendapatkan cuan, tanpa memikirkan kesejahteraan mereka.
Hal yang sama juga dilakukan para wisatawan. Demi pengalaman ‘sekali seumur hidup’, mereka tega menunggangi gajah yang jelas sekali tindakan itu menambah penderitaan mereka.
Fakta menyakitkan gajah di pariwisata yaitu agar seekor gajah patuh untuk ditunggangi oleh manusia, ia harus terlebih dahulu dikenalkan rasa takut pada mereka. Ini dicapai dengan menghancurkan semangat mereka dengan ragam metode yang menyakitkan.
Untuk menghancurkan gajah secara psikologis, anak gajah diambil dari induknya, dirantai, dibiarkan kelaparan, dan dipukuli hingga tunduk.
Namun, di Suaka Gajah Samui, para gajah bebas dari rantai dan dan eksploitasi. Sam berkata, tempat ini lebih seperti rumah pensiun.
Mereka berkeliaran bebas dan melakukan perilaku alami seperti melempar pasir ke tubuh mereka, mengunyah tumbuhan, dan menggaruk tubuh mereka ke pohon.
“Kami membiarkan gajah menjadi gajah apa adanya,” kata Sam.
Di sini, wisatawan dilarang mandi bersama gajah karena praktik tersebut mengganggu perilaku sosialisasi alami hewan dan juga membuat mereka stres.