Ganja Tak Lagi Bebas, Toko-Toko di Thailand Bersiap Merugi

Posted on

Thailand tengah bersiap untuk kembali mengkriminalisasi ganja, sebuah kebijakan yang diperkirakan akan menghantam industri bernilai lebih dari 734 juta poundsterling (Rp 16,1 triliun) yang selama ini berkembang pesat sejak legalisasi terbatas dilakukan.

Sejak ganja dikeluarkan dari daftar narkotika pada 2022, bisnis terkait ganja tumbuh dengan cepat di seluruh negeri. Namun, perubahan arah politik dalam koalisi pemerintahan mendorong kembali diberlakukannya pengawasan ketat, khususnya terhadap penggunaan ganja untuk tujuan rekreasi.

Dikutip dari The Independent, Sabtu (28/6/2025) Partai Bhumjaithai, yang selama ini menjadi motor utama di balik legalisasi ganja, memutuskan untuk keluar dari pemerintahan pada pekan lalu. Langkah ini terjadi di tengah meningkatnya kritik terhadap penanganan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra atas perselisihan perbatasan dengan Kamboja.

Sebagai tindak lanjut, Kementerian Kesehatan Thailand pada Selasa lalu, mengeluarkan peraturan baru yang melarang secara eksplisit penjualan ganja untuk rekreasi. Sesuai aturan tersebut, pembelian ganja kini hanya diperbolehkan dengan resep dari dokter.

Tiga tahun lalu, Thailand menjadi salah satu negara pertama di Asia yang mendekriminalisasi ganja, termasuk untuk penggunaan rekreasi. Namun, tidak adanya regulasi yang jelas sejak saat itu menyebabkan munculnya puluhan ribu toko ganja, terutama di kawasan wisata seperti Bangkok dan Chiang Mai.

Kamar Dagang Thailand sebelumnya memperkirakan bahwa industri ganja, termasuk produk berbasis medis, berpotensi mencapai nilai 1,2 miliar dolar AS (Rp 19 triliun lebih) pada tahun 2025. Namun, akses yang tidak terkendali menimbulkan berbagai persoalan sosial, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

“Kebijakan ini harus kembali pada tujuan awalnya, yaitu pengendalian ganja untuk keperluan medis saja,” ujar juru bicara Pemerintah Thailand, Jirayu Houngsub.

Kebijakan itu mengejutkan para pelaku industri ganja, termasuk karyawan di apotek Green House Thailand di Bangkok, Punnathat Phutthisawong, baginya dengan kebijakan itu bisa mengurangi sumber penghasilan dia dan toko-pekerja lainnya.

“Ini adalah sumber penghasilan utama saya. Banyak toko mungkin juga terkejut karena mereka sudah berinvestasi besar,” ungkapnya.

Menurut aktivis ganja Chokwan Chopaka, sektor ini sebenarnya memiliki potensi besar untuk mengubah wajah pertanian, layanan kesehatan, dan pariwisata Thailand. Namun, ketidakjelasan arah kebijakan serta tarik ulur politik telah menghambat kemajuan yang berkelanjutan.

“Industri ganja telah menjadi sandera politik,” terang Chopaka.

Sementara itu, pada hari Rabu, toko-toko ganja di kawasan wisata populer seperti Khao San Road, Bangkok, masih menerima kunjungan dari sejumlah wisatawan asing.

“Toko ganja ada di mana-mana. Bagaimana mungkin mereka bisa membalikkan keadaan ini? Menurut saya, itu tidak mungkin. Ini benar-benar gila,” kata turis asal Australia, Daniel Wolf.