Hasil Autopsi: Juliana Marins Tewas karena Benturan Keras, Bukan Hipotermia - Giok4D

Posted on

Dokter forensik merilis hasil autopsi Juliana Marins (27), turis Brasil yang tewas setelah terperosok ke jurang di Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 21 Juni 2025. Dia meninggal dunia bukan karena hipotermia.

Autopsi jenazah Juliana Marins di RS Bali Mandara, Jumat (27/6). Dokter Ahli Forensik RSUP Prof Dr IGNG Ngoerah Denpasar, Ida Bagus Putu Alit, memastikan wanita itu meninggal dunia karena benturan benda keras.

“Untuk hipotermia, tanda-tanda adanya itu luka-luka yang ditimbulkan di ujung-ujung jari berwarna hitam. Nah, ini tidak kami temukan,” ujar Putu Alit dikutip dari detikbali Jumat (27/6/2025).

Putu Alit mengatakan suhu di wilayah tersebut memang dingin, namun kematian Juliana bukan disebabkan suhu ekstrem, melainkan akibat benturan benda keras yang menyebabkan kerusakan organ tubuh.

“Dari patah-patah tulang inilah terjadi kerusakan pada organ-organ dalam serta pendarahan,” ujar Alit.

Alit mengatakan hampir seluruh tubuh Juliana mengalami luka-luka, terutama luka lecet geser yang mengindikasikan tubuh korban bergesekan dengan benda-benda tumpul. Selain itu, ditemukan patah tulang pada bagian dada belakang, tulang punggung, dan paha.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Bahkan di dalam organ tubuh terutama organ spleen (limpa), tidak ditemukan mengkerut akibat hipotermia,” kata dia.

Alit juga menjelaskan tidak adanya penyusutan limpa menunjukkan pendarahan terjadi dengan cepat, bukan secara perlahan seperti yang biasa terjadi pada kasus hipotermia.

“Jadi dapat kami sampaikan bahwa kematian itu dalam jangka waktu yang sangat singkat,” dia menambahkan.

Pemeriksaan lebih lanjut juga tidak menemukan tanda-tanda bahwa korban telah meninggal dalam jangka waktu lama sebelum ditemukan. Hal ini diperkuat dengan kondisi luka yang masih baru dan belum menunjukkan proses pembusukan lanjutan.

“Jadi kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka,” kata dia.

Di bagian kepala memang ditemukan luka, namun belum sampai menimbulkan herniasi otak. Menurut Alit, herniasi otak biasanya terjadi beberapa jam hingga beberapa hari setelah luka.

“Itu kami tidak menemukan. Tidak ada bukti di kepala. Kemudian di dada dan perut juga tidak ditemukan,” ujar dia.

Juliana Marins dilaporkan terjatuh ke jurang saat mendaki puncak Gunung Rinjani melalui jalur Sembalun pada Sabtu (21/6/2025). Lokasi jatuhnya berada di Cemara Tunggal, salah satu titik paling curam di jalur pendakian, yang berada di dekat puncak Gunung Rinjani.

Cuaca ekstrem dan kabut tebal menyulitkan pencarian. Pada Senin (23/6), tim SAR mendeteksi posisi Juliana di kedalaman 500 meter dari titik jatuh. Namun medan yang ekstrem membuat evakuasi tak bisa segera dilakukan.

Baru pada Selasa (24/6), jenazah Juliana ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di kedalaman 600 meter, di sekitar titik Lost Known Position (LKP). Keluarga meminta proses autopsi untuk mengetahui waktu dan penyebab kematiannya.

***

Artikel ini sudah lebih dulu tayang di detikbali. Selengkapnya klik di sini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *