Tambang nikel yang tak lagi beroperasi di Raja Ampat, tak lantas membuat wilayah ini aman dari dampak eksploitasi. Lahan bekas galian tambang tetap menimbulkan efek bagi lingkungan dan warga sekitar.
Dikutip dari tulisan berjudul Pertambangan Batubara: Dampak Lingkungan, Sosial, Ekonomi oleh Reno Fitriyanti dari Universitas PGRI Magelang, efek lahan bekas galian masih mengancam kelangsungan pulau serta masyarakat yang menempatinya.
Ancaman bagi Raja Ampat Usai Izin Tambang Dicabut
Menurut tulisan yang dimuat dalam Jurnal Redoks dari Program Studi Teknik Kimia Universitas PGRI Palembang ini, berikut dampak dan ancaman lahan bekas tambang seperti yang terjadi di Raja Ampat
Ancaman bagi Lingkungan
Perubahan tanah dan lingkungan akibat tambang nikel mengancam kondisi tanah, air, udara, dan komponen lain di Raja Ampat
Lahan bekas tambang meninggalkan lubang sangat besar yang harusnya ditutup kembali saat tidak lagi beroperasi. Namun seringnya lubang ini ditinggalkan begitu saja tanpa ditutup kembali untuk kepentingan reklamasi dan revegetasi lahan sesuai dokumen AMDAL. Lubang ini tidak produktif dan bisa membahayakan keselamatan warga.
Proses penggalian merusak susunan top soil dan sub soil yang kaya humus untuk pertumbuhan tanaman. lapisan top soil dan sub soil yang tadinya ada di atas dan tersusun rapi menjadi berantakan, ketika proses backfilling atau proses pengembalian tanah penutup ke lubang galian berlangsung. Akibatnya, tanah sulit untuk ditanami kembali karena kekurangan unsur hara.
Pembukaan lahan hutan berdampak pada penebangan hingga terjadi penurunan jumlah dan jenis tumbuhan. Termasuk yang digunakan sebagi sumber pangan, air, dan tempat tinggal bagi hewan. Kehidupan penghuni hutan yang terganggu bisa berdampak pada penurunan biodiversity alam.
Hutan adalah tempat berkumpulnya sumber mata air dari balik pepohonan, bukit, di dalam tanah. Seiring pembukaan lahan untuk tambang, sumber mata air ini akan hilang. Sedangkan yang masih ada berisiko tercemar limbah pertambangan hingga tak layak lagi digunakan untuk konsumsi sehari-hari.
Areal tambang dipenuhi mobilitas kendaraan yang keluar masuk membawa hasil bumi, para pekerja, serta mesin untuk mengambil mineral. Akibatnya, polusi udara meningkat seiring tingginya kadar SO2, benzena, H2S, NO dalam berbagai kadar, serta partikulat PM 10 dan PM 2,5. Kondisi ini memperbesar risiko masyarakat setempat mengalami gangguan pernapasan dan penyakit lain.
Ancaman ini tentu tak boleh absen dari risiko lahan bekas galian tambang. Limbah tambang yang mengandung asam sulfat dan senyawa besi tidak mudah diurai hingga bisa berdampak bagi kehidupan sekitar. Misal air yang tidak bisa lagi digunakan, kehidupan air musnah, dan hasil tangkapan laut menurun.
Dampak Sosial
Tatanan kehidupan masyarakat bisa berubah setelah ada tambang dan ketika kegiatan tersebut usai. Ancaman tambang bagi kehidupan sosial adalah
Konfrontasi warga dan perusahaan belum usai meski perusahaan telah berhenti beroperasi. Masyarakat harus menanggung dampak buruk lahan bekas tambang, pencemaran, dan penurunan mutu air serta udara setelah eksploitasi selesai. Belum lagi jika masyarakat tidak merasakan dampak positif adanya tambang.
Debu dan tingginya kadar bahan penyebab polusi (polutan) adalah sebagian kecil efek tambang yang ditanggung masyarakat. Warga harus mengalami peningkatan risiko gangguan pernapasan, pencernaan, kesehatan kulit, pemenuhan gizi dan kondisi lain akibat tambang.
Tambang memungkinkan masyarakat memperoleh uang lebih cepat dan banyak lewat ganti rugi lahan, pencemaran, dan peluang bekerja. Kondisi ini perlahan mengakibatkan warga tergantung para perusahaan dan meninggalkan pekerjaan sebelumnya. Masyarakat yang tadinya hidup selaras alam dan mampu berswasembada dengan menjadi petani atau nelayan, kini menggantungkan hidupnya pada tambang yang lebih cepat menghasilkan uang.
Lahan tambang sudah pasti banyak didatangi warga pendatang yang bekerja di perusahaan pertambangan. Biasanya warga asli menyerap kebiasaan warga pendatang yang dirasa lebih baik. Hal ini bisa jadi masalah jika yang diserap adalah kebiasaan pola hidup konsumtif, konsumsi minuman keras, dan judi. Risikonya bisa terjadi kecemburuan sosial dan konflik yang berujung pada konfrontasi fisik.
Masyarakat yang hidup dari hasil bumi terbiasa hidup gotong royong dengan bantuan berupa tenaga hingga finansial. Tambang berisiko mengakibatkan perilaku gotong royong makin minim, karena masyarakat enggan membantu bila tak ada bayaran. Jika membantu, bentuk bantuan yang diberikan biasanya finansial.
Ancaman Ekonomi
Perputaran uang di lahan tambang pastinya lebih besar dan cepat. Namun dampak ini bisa menjadi ancaman ekonomi bila tak dirasakan masyarakat. Alih-alih makin sejahtera dan mengalami kemajuan ekonomi, masyarakat di lahan bekas tambang berisiko miskin karena:
Ancaman ini sudah selayaknya menjadi pertimbangan izin pembukaan lahan Raja Ampat untuk tambang nikel. Apalagi Kepulauan Raja Ampat umumnya dihuni pulau kecil yang tak bisa dieksploitasi nikel dan mineral tambang lainnya.