Jejak Bung Karno di Ende, Flores: Sumber Inspirasi dan Lahirnya Pancasila

Posted on

Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan salah satu sejarah paling penting dalam pendirian negara Indonesia. Tepatnya di Kabupaten Ende saat Bung Karno menjalani masa pengasingan selama 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938, di era penjajahan Belanda.

Dikutip dari buku Sukarno di Pengasingan Ende 1934-1938 dari Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, ilham Pancasila sebagai dasar negara diperoleh Bung Karno ketika berteduh di bawah pohon sukun. Di bawah pohon yang teduh dan rindang inilah, Bung Karno merenung tentang kemerdekaan serta kelangsungan Indonesia.

“Saat di pengasingan, Bung Karno kerap melakukan perenungan salah satu tempatnya di bawah pohon sukun. Pohon ini tumbuh di bagian barat Lapangan Perse (kini Lapangan Pancasila). pada waktu merenung inilah, Bung Karno memperoleh ide tentang konsep dasar falsafah negara jika kelak merdeka,” tulis buku karya Fx Sunaryo dan Nuryahman tersebut.

Pohon sukun tersebut tumbuh mulai dari pangkal hingga bercabang lima, sehingga cukup untuk menghalangi sinar matahari. Suasana yang sejuk di bawah pohon sangat cocok untuk istirahat atau merenung sesaat. Hasil perenungan bisa ditulis sehingga memudahkan proses pemikiran selanjutnya.

Saat ini, pohon sukun yang digunakan sebagai tempat perenungan Bung Karno telah mati. Namun masyarakat setempat yang sempat kenal dengan Bung Karno diceritakan menanam kembali pohon sukun di Lapangan Pancasila. Penanaman kembali pohon sukun dilakukan pada 17 Januari 1981.

Hasil pemikiran di Ende inilah yang disampaikan di depan sidang bersama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan lndonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Dasar negara Indonesia atau philosofische grondslag adalah permintaan ketua BPUPKI Dr Radjiman Widyodiningrat sebagai bentuk kesiapan Indonesia merdeka.

Pidato di depan BPUPKI itu menyebut dasar negara sebagai Pancasila yang disetujui semua golongan. Sebelumnya, sempat terjadi perdebatan panjang antar golongan terkait dasar negara karena merasa aspirasinya tidak dipertimbangkan. Perdebatan ini menghalangi kemajuan persiapan kemerdekaan Indonesia.

Di tengah perbedaan tersebut, Pancasila hadir menjembatani perbedaan antar golongan yang menampung semua aspirasi. Golongan religius, nasionalis, dan lainnya menerima Pancasila sebagai dasar negara secara aklamasi. Penerapan dasar negara Pancasila diturunkan dalam berbagai aturan dan tidak pernah berubah.

Kisah Bung Karno di Ende

Presiden RI pertama tersebut menjalani pengasingan bersama istrinya lnggit Garnasih, Amsi mertuanya, dan Ratna juami keponakan lnggit. Pulau Flores, yang ketika itu disebut Pulau Bunga, sangat terpencil dengan kondisi lingkungan dan masyarakat berbeda dibandingkan Jawa.

Bung Karno dan keluarga bahkan tak dapat rumah dari pemerintah Belanda saat mendarat di Flores. Berkat kebaikan H. Binti Saleh Banjar, Bung Karno dan keluarga boleh tinggal di rumahnya selama satu minggu. Selanjutnya, Bung Karno menempati rumah H Abdullah Ambuwaru yang belum sepenuhnya selesai.

Sebagai tahanan politik, masyarakat dan pejabat sekitar enggan berkomunikasi dengan Bung Karno karena takut dihukum Belanda. Melihat kondisi ini, Bung Karno tidak menjalin komunikasi dan menyebarkan pemikiran Indonesia merdeka lewat pidato. Dia memilih jalur yang lebih diminati masyarakat.

Jalur ini adalah pembentukan kelompok sandiwara Kelimutu yang naskahnya ditulis Bung Karno sendiri. Anggotanya adalah warga sekitar dibantu keluarga Bung Karno sebagai make-up artis. Pentas ini menceritakan kisah romantis, kehidupan sehari-hari, dan tema lain yang disisipkan nilai-nilai kemerdekaan.

Kelompok sandiwara ini mendapat sambutan hangat dari lingkungan sekitar, hingga pentas tiap malam di gedung gereja setempat. Warga yang mau nonton harus bayar tiket yang menjadi pemasukan bagi rumah peribadatan setempat. Kehadiran Bung Karno memperoleh tempat spesial bagi warga Ende hingga masa berakhirnya pengasingan. jejak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *