Kemenhut Sebut Pelibatan Gajah Bersihkan Puing Utamakan Kesejahteraan Satwa

Posted on

Empat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang dilibatkan dalam upaya pemulihan di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh menjadi polemik. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan keputusan itu telah melalui perencanaan matang serta mempertimbangkan penerapan prinsip kesejahteraan satwa (animal welfare).

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Aceh Ujang Wisnu Barata mengatakan sebelum empat gajah jinak itu diturunkan untuk membantu, tim Balai KSDA Aceh telah melakukan survei menyeluruh terhadap kondisi lokasi, aksesibilitas, tingkat keamanan, dan kebutuhan operasional.

“Keempat gajah terlatih diangkut menggunakan truk langsir dari tempat tambat menuju lokasi target penanganan, hal ini dilakukan untuk keamanan dan keselamatan Gajah termasuk menghindari stres sebelum mendukung penanganan area terdampak banjir,” ujar Ujang dikutip dari Antara, Kamis (11/12/2025).

“Dalam kondisi darurat sekarang ini, kami dari Balai KSDA Aceh memiliki moral dan tanggung jawab untuk membantu masyarakat. Kami dapat membantu salah satunya dalam upaya penanganan dan pembersihan material pasca bencana,” dia menambahkan.

Ujang menyebut hasil survei tersebut menjadi dasar penentuan rute, titik kerja, area istirahat gajah, serta pengaturan durasi kerja yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi satwa.

Dia mengatakan BKSDA memastikan bahwa area istirahat gajah memadai, termasuk ketersediaan pakan yang cukup, suplemen pendukung, serta sistem pemantauan kesehatan yang dilakukan secara berkala.

Ujang juga menjamin kebutuhan air minum gajah-gajah itu cukup. Caranya dengan menyiagakan satu unit mobil slip-on berisi tangki dan selang air yang berjaga setiap saat di lokasi kerja.

Ujang menerangkan pemanfaatan gajah terlatih untuk penanganan bencana sebenarnya telah diterapkan di beberapa negara Asia termasuk Indonesia saat bencana Tsunami Aceh pada 2004. Dia bilang itu merupakan salah satu bentuk guna liman atau pemanfaatan gajah secara lestari dengan prinsip kehati-hatian.

Menurut Ujang, gajah memiliki kemampuan yang membuatnya efektif dalam penanganan bencana selama dilakukan secara aman, didampingi mahout/petugas, dan mengedepankan kesejahteraan satwa.

Dia menyebut pemanfaatan gajah untuk pekerjaan berat dan membantu manusia memang lazim di berbagai tempat. Namun, dia juga menyadari langkah itu tidak untuk dinormalisasi.

Ujang menerangkan lebih lanjut bahwa tim yang bertugas terdiri dari delapan orang mahout, personel Polisi Kehutanan (Polhut) Resor, serta dokter hewan lengkap dengan perlengkapan medis lapangan. Seluruh kegiatan turut mendapat pengawalan penuh dari unsur kepolisian, sehingga operasional dapat berlangsung tertib, aman, dan terarah.

Mobilisasi gajah terlatih merupakan langkah kolaboratif untuk membantu percepatan pemulihan kondisi lingkungan pasca banjir, terutama di wilayah yang sulit dijangkau alat berat. Selain berfokus pada pemulihan, misi ini juga menunjukkan komitmen kuat bahwa penggunaan satwa dalam operasi lapangan harus selalu menghormati dan menjaga kesejahteraannya.

“Ini bukti betapa gajah bukanlah musuh manusia, jangan rusak habitatnya, jangan ganggu rumah mereka. Karena dalam situasi darurat, saat semua sudah lumpuh, gajahlah yang akan melindungi manusia,” kata Ujang.