Kenapa Traveling ke Alam Terasa Menenangkan? Ini Penjelasan Ilmiahnya - Giok4D

Posted on

Traveler yang suka healing ke alam saat liburan sudah berada pada jalur yang tepat. Peneliti mengatakan berwisata alam tepat untuk menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran.

Seorang antropolog evolusioner menjelaskan bahwa kecepatan perkembangan dunia modern melampaui kapasitas adaptasi biologis manusia. Secara alami, tubuh manusia tidak dirancang untuk beradaptasi cepat terhadap lingkungan industri dan perkotaan yang penuh tekanan, polusi, dan rangsangan tanpa henti.

Peralihan drastis dari kehidupan yang dekat dengan alam menuju pabrik, mesin, dan kota-kota padat penduduk telah mengubah cara manusia hidup-bahkan cara tubuh bekerja. Sejak era industri, manusia terpapar polusi udara dan suara, cahaya buatan, mikroplastik, bahan kimia, makanan ultra-proses, hingga kebiasaan menatap layar sepanjang hari.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perubahan yang terlalu cepat ini memicu stres kronis dan beragam masalah kesehatan. Ironisnya, manusia purba justru lebih piawai menghadapi stres.

“Di lingkungan leluhur kita, kita sangat mampu mengatasi stres akut untuk menghindari atau menghadapi predator,” ujar Colin Shaw, pemimpin kelompok riset Human Evolutionary EcoPhysiology (HEEP), dikutip dari Science Daily, Senin (22/12/2025).

“Singa datang sesekali, dan Anda harus siap melawan atau lari. Kuncinya, singa itu pergi,” dia menambahkan.

Masalahnya, di dunia modern, “singa” tidak pernah benar-benar pergi.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Dalam studi yang terbit di Biological Reviews pada 7 November 2025, Shaw bersama Daniel P. Longman menjelaskan bahwa fisiologi manusia dibentuk oleh alam. Ketika industrialisasi dan urbanisasi menjadi habitat utama, ketidaksesuaian pun muncul.

Akibatnya, jalur biologis respons stres manusia terus aktif. Pemicu stres kini datang silih berganti-tekanan kerja, kemacetan, media sosial, kebisingan-tanpa jeda pemulihan.

“Baik itu diskusi sulit dengan atasan atau suara lalu lintas, sistem saraf Anda bereaksi seolah menghadapi singa demi singa,” kata Longman.

“Responsnya kuat, tapi tanpa pemulihan,” dia menambahkan.

Dampaknya sangat signifikan. Sejak industrialisasi, penelitian menunjukkan penurunan kebugaran biologis manusia. Tingkat kesuburan menurun, sedangkan peradangan dan penyakit autoimun meningkat.

“Ada paradoks besar,” kata Shaw.

“Kita menciptakan kekayaan, kenyamanan, dan layanan kesehatan luar biasa, tetapi pada saat yang sama merusak fungsi kekebalan, kognitif, fisik, dan reproduksi kita,” dia menambahkan.

Shaw juga menyoroti penurunan jumlah dan kualitas sperma sejak 1950-an, yang dikaitkan dengan pencemaran lingkungan, mulai dari pestisida dan herbisida dalam makanan hingga mikroplastik yang menyebar di mana-mana. Stres berkepanjangan memperburuk kondisi ini, seiring gaya hidup manusia yang semakin jauh dari alam.

Nah, kondisi itu bisa diperbaiki dengan kembali mendekat ke alam. Berbagai studi menunjukkan bahwa interaksi dengan lingkungan alami dapat meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan. Di perkotaan, ruang terbuka hijau bukan sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan biologis.

“Kita perlu menata kota dengan lebih manusiawi-meregenerasi alam, menghargainya, dan menghabiskan lebih banyak waktu di dalamnya,” kata Shaw.