Kenapa Warlok Ratenggaro Berani Palak Wisatawan? Kemenpar Beri Penjelasan | Giok4D

Posted on

Wisatawan mengeluhkan pemalakan yang dilakukan warga lokal (warlok) di kampung adat Ratenggaro, NTT. Kenapa mereka sampai berani memalak wisatawan?

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang diwakili oleh Fadjar Hutomo, Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis pun memberi penjelasan kenapa aksi pemalakan itu bisa terjadi.

Semua itu bermula sejak pantai Ratenggaro yang berada di Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT ramai dikunjungi banyak wisatawan, khususnya dari kalangan LSM maupun konten creator.

Mereka biasa memberikan barang-barang berupa buku, peralatan sekolah dan uang pecahan kecil dengan besaran antara Rp 5.000 sampai Rp 10.000 kepada anak-anak lokal di sana.

Pemberian itu dianggap sebagai kompensasi dari tiket masuk ke area pantai yang gratis. Padahal tiket masuk sebenarnya sudah terdapat aturan dan besarannya dari petugas kelompok pengelola wisata.

“Hal ini menyebabkan terbentuknya perilaku yang di luar kendali Pengelola dan pihak Pemda/Dinas Pariwisata, yaitu setiap ada pengunjung baru atau mobil datang akan selalu dikelililingi anak-anak untuk mendapatkan sesuatu dari pengunjung,” terang Fadjar kepada detikTravel, Selasa (20/5/2025).

Untuk mencegah kasus serupa terulang di masa datang, Fadjar pun mengimbau agar wisatawan tidak memberikan langsung barang atau pun uang kepada anak-anak di destinasi wisata yang dikunjungi.

“Kami menghimbau juga kepada para wisatawan maupun pengunjung jika ingin memberikan sesuatu bantuan pendidikan atau berupa uang, agar tidak memberikan langsung kepada anak-anak di lokasi destinasi yang dikunjungi,” tegas Fadjar.

Fadjar menyarankan agar bantuan atau pemberian tersebut diberikan melalui lembaga desa setempat agar bisa terkoordinir dan tersalurkan dengan baik.

“Agar berkoordinasi dengan lembaga desa atau komunitas atau pemerintah daerah agar penyaluran bantuan bisa terkoordinir dan tersalurkan dengan baik. Kami sangat menyesalkan pemberian bantuan langsung ini mengakibatkan kebiasaaan yang buruk dan mental perilaku bagi anak-anak di desa yang didatangi menganggap setiap pengunjung adalah pemberi bantuan,” pungkas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *