Dahlan Abdullah, diplomat dari Sumatera Barat namanya masyhur di Irak. Mari mengenal sosok cerdik cendekia dari Tanah Minang ini.
Nama Haji Bagindo Dahlan Abdullah memang belum begitu familiar di telinga traveler. Maklum karena catatan sejarah hampir ‘melupakan’ sosok tokoh pergerakan penyemai nasionalisme tersebut.
Dahlan Abdullah lahir di Pasia, Pariaman, Sumatera Barat pada 15 Juni 1895. Pada tahun 1917, ia terpilih menjadi ketua Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) dan tercatat sebagai ketua termuda sepanjang sejarah perkumpulan tersebut di usia 22 Tahun.
Bagindo Dahlan Abdullah satu sekolah dengan Tan Malaka di Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Mereka adalah teman sekelas di sekolah tersebut.
Lulus dari Kweekschool, atas sokongan keluarga dan karena kepandaiannya, Dahlan dikirim belajar ke Negeri Belanda bersama dua sepupunya, Zainuddin Rasad and Jamaluddin Rasad.
Bagindo Dahlan menjadi orang Indonesia pertama yang menggunakan kata ‘Indonesia’ dan ‘Kami Orang Indonesia’ (Wij Indonesier) sebagai konsep awal yang bermakna politis dan merujuk kepada suatu bangsa.
Kalimat ‘Wij Indonesier’ itu diucapkan Dahlan dalam sebuah ceramah publik yang bernuansa politis di acara Indisch Studiecongres dalam rangka lustrum perkumpulan mahasiswa Indologi (Indologenvereeniging) di Leiden pada 23 November 1917.
Kiprah Dahlan Abdullah dalam pergerakan Indonesia banyak tercatat dalam dokumen di Universitas Leiden, almamater dari Dahlan Abdullah, dan sejumlah perpustakaan lain di negeri Belanda.
Dalam beberapa catatan sejarah, proklamator Muhammad Hatta pernah menginap di tempat Dahlan Abdullah di Negeri Belanda Itu menunjukkan kedekatan mereka berdua. Bahkan Dahlan Abdullah sempat menemani Hatta berkeliling Eropa serta mengenalkannya pada tokoh-tokoh nasionalis Indonesia di sana.
Setelah kembali ke tanah air pada tahun 1922, selain aktif mengajar, Dahlan Abdullah juga terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan di Partai Indonesia Raya (Parindra) seangkatan dengan M Husni Thamrin, serta di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk berjuang bersama Ir Soekarno, Drs M Hatta hingga Ki Hadjar Dewantara.
Namun kontribusi penting Haji Bagindo Dahlan Abdullah baik sebagai tokoh pendidikan, politisi, hingga diplomat pionir seakan lenyap ditelan bumi, karena itu perlu ditulis ulang sehingga bangsa ini dapat mengingat perjuangan beliau dalam membela bangsanya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Banyak pemikiran dan perjuangan beliau yang terlupakan selama ini, padahal beliau adalah tokoh pergerakan, dan tokoh kebangsaan Indonesia. Bahkan akhir hayat sebagai diplomat pionir untuk negara di Timur Tengah, diserahkan untuk bangsanya yang baru Merdeka. Kami masyarakat Pariaman khususnya dan Sumbar umumnya berharap tim penulisan sejarah jangan lagi melupakannya,” kata Dr Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang berasal dari Sumbar, seperti dikutip dari Antara, Kamis (26/6/2025).
Sementara itu, salah seorang cucu Haji Bagindo Dahlan Abdullah, Dr Mochamad Indrawan, berharap agar nama sang kakek bisa kembali dicatat sebagai seorang tokoh pergerakan Indonesia pra-kemerdekaan di Belanda.
“Semoga upaya meluruskan sejarah ini dapat dilancarkan berdasarkan data ilimiah yang akurat,” kata Indrawan.
Nama Dahlan Abdullah Mahsyur di Irak
Di era kemerdekaan, Dahlan Abdullah dipercaya menjadi Duta Besar Indonesia untuk Irak. Dahlan Abdullah akhirnya meninggal dunia dalam tugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Irak, Syria, dan Trans-Jordania pada tanggal 12 Mei 1950.
Dalam acara bedah buku Baginda Dahlan Abdullah (1895-1950) Penyemai Nasionalisme Indonesia dan Diplomat Pionir yang Terlupakan karya Dr Suryadi di BRIN, Dahlan Abdullah dimakamkan di tempat terhormat di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani di Baghdad, Irak atas saran H Agus Salim.
Dia dimakamkan dengan upacara kebesaran di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani di Baghdad, Irak. Bahkan, saat itu Irak menyatakan libur nasional lima hari ketika Dahlan Abdullah meninggal dunia. Itu menandakan bahwa nama Dahlan bukan orang sembarangan di Irak.
Salah seorang cucu Haji Bagindo Dahlan Abdullah, Dr Mochamad Indrawan pun berharap agar nama sang kakek bisa kembali dicatat sebagai seorang tokoh pergerakan Indonesia pra-kemerdekaan di Belanda.
“Semoga upaya meluruskan sejarah ini dapat dilancarkan berdasarkan data ilimiah yang akurat,” kata Indrawan.