Industri pariwisata Thailand tengah waspada menghadapi potensi guncangan ekonomi akibat konflik dengan Kamboja yang memanas kembali.
Konflik terjadi tepat saat musim puncak wisata, periode yang biasanya menjadi penopang penting bagi pendapatan negara.
Dilansir dari Khaosod, Kamis (11/12/2025) para pelaku usaha mulai memperingatkan potensi kerugian, sementara sejumlah negara sudah mengeluarkan imbauan perjalanan. Bentrokan di perbatasan memaksa penutupan pos perdagangan utama dan membuat warga di beberapa distrik harus dievakuasi.
Kondisi tersebut dikhawatirkan menggerus pendapatan wisata jangka pendek sekaligus memukul kepercayaan investor.
Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menegaskan tidak akan membuka negosiasi dengan Kamboja. Sikap ini dipuji kelompok nasionalis, namun memunculkan kecemasan dari dunia usaha karena eskalasi konflik justru meningkat di saat industri seharusnya menikmati masa paling sibuk.
“Banjir dan bentrokan terjadi selama musim ramai, yang dapat memengaruhi keputusan wisatawan untuk berwisata ke Thailand,” ujar Kepala Ekonom Kiatnakin Phatra Financial Group, Phiphat Luengnaruemitchai.
Kamboja menyumbang 2 hingga 3% dari total ekspor Thailand dan sekitar 70% di antaranya dikirim lewat jalur darat yang kini ditutup akibat konflik. Pusat Penelitian Kasikorn memperkirakan jika bentrokan terus berlanjut hingga 2026, PDB Thailand bisa tertekan hingga 0,4%.
Dampak paling terasa berada di provinsi-provinsi perbatasan. Di Trat, yang memiliki tiga pulau wisata dengan tingkat hunian mencapai 90% pada Desember, operator mulai menerima pertanyaan dari turis asing soal keamanan setelah Amerika Serikat mengeluarkan peringatan bepergian dalam radius 50 km dari perbatasan.
“Kita harus menunggu hingga sekitar 20 Desember untuk mengukur dampak sebenarnya dari pembatalan,” kata Penasihat Dewan Industri Pariwisata Trat, Saksit Mungkarn.
Otoritas Pariwisata Thailand memproyeksikan pendapatan Desember mencapai 4,89 miliar baht (Rp 2 triliun lebih) hanya dari tiga pulau tersebut.
Di wilayah timur laut, pelaku usaha kecil menghadapi tekanan tambahan.
Banyak dari mereka sudah menimbun stok untuk perayaan tahun baru, namun kini mulai khawatir merugi jika situasi tak kunjung membaik. Ketua Kadin Timur Laut Thailand, Somchat Pongkapanakrai, menyatakan situasi yang terjadi saat ini membuat pelaku usaha tak tenang, karena semuanya serba tidak pasti.
“Kondisinya membuat pelaku usaha waswas,” ungkap Somchat.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Sementara itu, sejumlah langkah bantuan untuk tujuh provinsi perbatasan seperti dari pengurangan pajak hingga stimulus wisata masih tertunda akibat pergantian pemerintahan dan krisis banjir yang baru-baru ini melanda Thailand.
