Beberapa waktu lalu saat libur May Day puluhan ribu wisatawan tumpah ruah di kota kecil Italia yakni Sirmione. Sekitar 75.000 wisatawan memadati kota tersebut.
Imbasnya kota cantik di tepi Danau Garda itu mengalami kekacauan. Dilansir dari The Mirror, Jumat (9/5/2025) Kota Sirmione hanya dihuni oleh sekitar 8.000 orang, tak heran jika suasana tenang yang biasa terasa di sana berubah total.
Wisatawan yang datang ingin melihat reruntuhan Romawi, menikmati pemandian air panas hingga menjelajahi Kastil Scaligero yang berdiri megah sejak abad ke-13. Tapi bukannya liburan nyaman, banyak dari mereka justru harus antre hingga 40 menit hanya untuk masuk ke pusat kota.
Video-video yang beredar di media sosial menunjukkan betapa padatnya kondisi di sana, banyak orang-orang berdempetan, jalanan macet total, dan bus listrik nyaris tak bisa lewat. Warga yang sehari-harinya tinggal di sana pun merasa kewalahan.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Kota ini dibanjiri wisatawan, kacau, macet, dan menunggu berjam-jam. Ini krisis yang perlu ditangani segera. Ini merusak warisan budaya kita dan bikin pengalaman wisata jadi negatif,” ucap salah satu komentar di media sosial.
Keluhan juga datang dari netizen lainnya yang menyindir situasi tersebut sebagai bagian dari budaya pariwisata berlebih atau overtourism.
“Pariwisata berlebihan itu seperti menyamakan kehadiran dengan eksistensi. Serba cepat, bising, kosong. Seperti fast fashion yang sekali pakai dan berbahaya, lebih sedikit yang bepergian justru bisa berarti lebih banyak,” tulisnya.
Dari sisi pelaku usaha pariwisata, kekhawatiran juga muncul atas situasi tersebut. Presiden Asosiasi Hotel dan Restoran setempat, Marco Merlo, mengaku khawatir dengan keselamatan dan kenyamanan semua pihak, baik turis, warga, maupun para pekerja.
“Kami berharap pemerintah kota mau berdialog dengan kami untuk mencari solusi yang efektif dan diterima semua pihak,” katanya seperti dikutip The Mirror dari The Times.
Kelompok warga lokal yang bernama Siamo Sirmione juga ikut angkat suara. Mereka merasa pariwisata yang tak terkendali seperti itu bisa merusak citra kota mereka.
“Kalau ini cara dewan mengelola kota, risikonya bukan hanya membuat hidup warga makin susah, tapi juga bisa menghancurkan sektor pariwisata dalam jangka panjang,” tegas mereka dalam pernyataan.
Kemudian, pejabat yang bertanggung jawab atas urusan transportasi, Roberto Salaorni, tak menampik bahwa situasi akhir pekan itu di luar kendali, yang pada akhirnya pihaknya harus memberlakukan siasat agar situasi itu tidak terjadi lagi di kemudian hari.
“Kami seharusnya bisa mengelola massa dengan lebih baik. Mungkin salah satunya dengan memasang pembatas di pintu masuk kastil,” ujarnya.
Namun ia juga mengakui, belum pernah melihat jumlah pengunjung sebanyak ini di Sirmione sepanjang hidupnya.
Masalah serupa ternyata juga terjadi di kota-kota wisata lain di Italia. Di Venesia misalnya, pemerintah sudah berupaya membatasi jumlah turis yang datang dalam satu waktu. Tapi seperti banyak aturan lainnya, pelaksanaannya masih jadi tantangan besar.