Dunia Yati Monalisa tidak pernah benar-benar lepas dari batik. Sejak masih belum menikah, dia sudah menjadi SPG batik.
Kini, ketika anaknya hampir lulus SD, Yati mulai berbisnis batik. Usahanya dinamai Batik Umi Aiman, dengan ciri khas motif ikon Tangerang.
Dimulai pada Desember 2023, usaha Yati cukup berkembang pesat. Dia sudah beberapa kali mendapat pesanan seragam satuan perangkat kerja daerah (SKPD) di Tangerang Kota, tepatnya di tingkat kecamatan. Ide bisnisnya sendiri baru muncul ketika Yati ikut acara usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kecamatan Larangan, tempat tinggalnya.
“Kebetulan anak udah gede, jadi cari kegiatan apa yang bisa saya bikin. Karena saya bisa batik, kenapa nggak membatik? Baru terpikir setelah UMKM di kecamatan, akhirnya dikasih saran buat bikin motif,” cerita Yati ditemui detikcom di BSD, Rabu (23/4/2025) lalu.
Membuat motif bukan hal sulit bagi Yati. Wanita asal Pekalongan itu memang sudah punya latar belakang membatik. Ibunya seorang pembatik dan kakaknya punya pabrik batik. Yati terbantu pabrik kakaknya untuk produksi dalam jumlah besar.
“Saya produksi sendiri untuk batik tulis di rumah. Tapi kalau untuk cap, karena terbentur tempat produksi, saya masih produksi di kakak saya di Pekalongan. Dia cuma produksi, tidak menjual. Basic-nya taplak meja ukuran besar sampai kecil, tapi karena saya punya ide ini, jadi dia bantu juga,” ceritanya.
Sejak awal merintis bisnis, Yati sudah fokus ke desain yang berkaitan dengan Tangerang Kota. Dia mengambil inspirasi dari tempat-tempat ikonik dan budaya di Tangkot, mulai dari Masjid Al Azhom, Jam Gede Jasa, Jembatan Berendeng, Perahu Naga, Pintu Air Sepuluh, hingga penari Lenggang Cisadane.
Kreasi Batik Umi Aiman ini pun kerap disorot karena mengangkat potensi wisata dan bisa menjadi oleh-oleh khas Tangerang Kota. Motifnya semakin kaya karena dikolaborasikan dengan bunga kecapi.
“Dalam setahun ini saya sudah bikin empat motif,” ujarnya bangga.
Terbaru, Yati mengerjakan pesanan seragam untuk camat-camat se-Tangerang Kota. Dia juga pernah menerima pesanan seragam Lapas IIA Tangerang.
“Kemarin seragam itu dicari, “Katanya kemarin di Larangan ada batik baru, ya?” Jadi langsung ditunjuk tuh sama Bu Camatnya. Saya sempat pikir bisa nggak nih bikin 13 pcs dalam tiga hari? Ternyata alhamdulillah jadi,” katanya.
Kiprah di Dunia Batik
Yati menceritakan pengalamannya sejak awal bekerja di dunia batik. Awalnya dia menjadi sales promotion girl (SPG) di Batik Keris pada 2002-2003. Setelah itu, Yati berhenti dari perusahaan dan mengajar les membatik.
“Ibu saya dapat murid atau orang yang pengin les. Jadi saya dibilang ‘Udah kamu nggak usah kerja, les-les aja’. Kebetulan hasilnya lumayan, seminggu cuma 3-4 kali jalan itu udah lebih dari gaji sebulan tahun segitu,” kenangnya.
Sekitar 2 tahun lebih Yati mengajar les privat batik. Tahun 2006, Yati kembali bekerja di event organizer (EO) yang berkaitan dengan UMKM yang di antaranya ada batik juga.
Kemudian tahun 2012, Yati berhenti bekerja karena hamil anak pertama dan jadi ibu rumah tangga. Meski begitu, dia tetap berjualan daster batik untuk menambah-nambah pendapatan keluarga.
“Baru mulai lagi bisnis ini 2023. Jadi memang nggak pernah lepas dari batik karena sudah passion,” katanya lalu tertawa.
Yati tak cuma mengerjakan batik sebagai bisnis. Di sela-sela kesibukannya sebagai pengusaha, Yati juga meluangkan waktu untuk mengajar. Belakangan ini, dia sering diminta mengajar batik di sekolah-sekolah sekitar rumahnya.
“Saya masih di SD-SD dekat rumah. Kadang diminta bantuan sama pihak sekolah untuk pendampingan penilaian ujian praktik. Mereka dapat pelajaran praktik cuma sekali di Museum Tekstil, itu pun nggak sampai pewarnaan. Jadi kemarin tuh sempat saya kasih demo membuat batik di tiga kelas,” tutur Yati.
Sedangkan untuk anak-anak tetangga di sekitar rumahnya, Yati kerap membuka kelas membatik gratis. Dia menggunakan bahan-bahan hasil produksi yang belum sempat terpakai.
“Saya harus punya dampak untuk tetangga, jadi saya kasih free untuk anak-anak. Paling buat beli bahan karena saya sedia bahan sendiri,” katanya.
Tidak hanya ke anak-anak, Yati juga memberikan pelatihan ke ibu-ibu di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang selama enam bulan. Setiap pertemuan, biasanya maksimal ada 15 orang yang dibimbing membatik.
“Awalnya cuma lima kali pertemuan, tapi mereka senang dan akhirnya diperpanjang 3 bulan lagi. Alhamdulillah yang sudah keluar lapas pun menghubungi, dia sedih nggak bisa belajar batik lagi karena rumah saya terlalu jauh,” ceritanya.
Ke depannya, Yati berharap bisa membina secara khusus talenta-talenta muda untuk bisa membatik di Tangerang Kota. Dengan begitu, batik bermotif ciri khas Tangkot akan terus ada dan semakin berkembang.
“Saya penginnya bina satu sampai jadi, terus nanti ada satu lagi, yang sudah dibina nanti bina orang lain lagi,” harapnya.
Binaan BRI
Yati sendiri baru-baru ini aktif menjadi salah satu UMKM yang dibina BRI melalui kerja sama Asosiasi Industri Kreatif dan Pelaku Usaha (ASIPA) Tangerang Selatan. Sebelumnya dia sudah sering ikut pelatihan-pelatihan online secara mandiri, tapi merasa butuh pembinaan yang lebih intensif.
Karenanya, dia bergabung dengan ASIPA Tangsel dan akhirnya bisa mengakses pelatihan UMKM di Rumah BUMN BRI Jakarta. Terakhir kali dia mengikuti pelatihan social commerce dan webstore pada Maret 2025 lalu, yang materinya tentang memanfaatkan platform online untuk meningkatkan penjualan.
“Tapi sekarang saya belum terapkan jualan online karena masih susah,” akunya.
Beruntung ASIPA Tangsel tempatnya bernaung cukup sering mengadakan bazar dan pameran. Pada 23-25 April 2025 yang lalu, Yati menjadi salah satu UMKM yang hadir di Bazar UMKM Tangerang Raya di BRI Kanwil Jakarta 3.
“Bu Nia itu menyarankan karena belum ada nih batik khas Tangerang yang masuk,” ujarnya.
Nia Alina selaku Ketua ASIPA Tangsel dan Ketua Bidang Promosi ASIPA Banten mengatakan awalnya mengenal Yati melalui rekannya yang juga pengurus di ASIPA. Yati diajak bergabung, terlebih karena produk Yati yang mengangkat ciri khas Tangerang Kota.
“Mudah-mudahan ya nanti ada pesanan seragam karyawan, karena kan cocok nih Tangerang masih mencakup dalam Banten,” ucap Nia.
Bazar di Kanwil Jakarta 3 ini diadakan rutin setiap bulannya dan sudah berjalan 4 bulan. Tiap bazar dibatasi untuk 12 brand, karena itu biasanya ada proses kurasi lebih dulu. Melalui bazar semacam ini, harapannya produk-produk lokal Tangerang Raya semakin dikenal hingga ke seluruh Indonesia, bahkan luar negeri.
“Dikurasi siapa yang masuk pameran bulan ini berdasarkan syarat. Syaratnya kita harus produk lokal, bukan produk dari luar Banten. Misalnya batik Tangerang Kota ini,” jelasnya.
