Lonjakan Kelas Bisnis dari Jepang Picu Keutungan buat Maskapai Penerbangan baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Ketika perang dagang global, perusahaan-perusahaan Jepang punya cara tersendiri untuk meresponsnya dengan mengirim lebih banyak delegasinya ke luar negeri.

Lonjakan perjalanan bisnis ini menjadi angin segar bagi maskapai Jepang seperti Japan Airlines (JAL) dan All Nippon Airways (ANA). Keduanya mencatat peningkatan signifikan pada penjualan tiket kelas bisnis dan kelas utama, terutama untuk penerbangan jarak jauh ke Amerika Utara dan Eropa.

Dilansir dari The Japan Times, Minggu (21/9/2025) sejak gelombang pertama tarif diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada April lalu, permintaan perjalanan bisnis lintas negara mulai meningkat. Data dari Administrasi Perdagangan Internasional AS mencatat, jumlah warga Jepang yang bepergian ke Amerika Serikat dengan visa bisnis naik 28% menjadi 30.035 orang pada Juli, dibandingkan 23.490 pada April.

Perusahaan Jepang juga ikut tren global dengan memperbesar investasi di AS, sekaligus mengevaluasi ulang seluruh proses bisnis mereka, mulai dari pabrik di luar negeri hingga rantai pasokan bahan baku. Tujuannya: mengurangi dampak dari lonjakan tarif.

Menurut analis dari Bloomberg Intelligence, Eric Zhu, pemesanan kursi kelas bisnis dan kelas utama dari Jepang naik dua digit pada pertengahan tahun ini dibandingkan tahun lalu.

“Kami melihat tren permintaan perjalanan bisnis yang kuat ke Amerika Utara dan Eropa,” ungkapnya.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Mereka juga menjelaskan, khusus untuk pasar AS, tarif impor yang lebih tinggi mendorong produsen Jepang untuk memindahkan lokasi produksi, yang pada akhirnya meningkatkan frekuensi perjalanan bisnis lintas negara.

Eric menambahkan bahwa secara keseluruhan, permintaan wisata keluar negeri dari Jepang sudah pulih hingga sekitar 75% dari level pra pandemi pada 2019, per Mei lalu. Bahkan, Organisasi Pariwisata Nasional Jepang mencatat, total perjalanan luar negeri oleh warga Jepang meningkat 14% sepanjang tahun ini.

Menurut analis dari JPMorgan, Ryota Himeno, juga menyampaikan bahwa perusahaan mulai menganalis ulang situasi. Kemudian produsen juga bereaksi sesuai situasi yang terjadi belakangan ini.

“Perusahaan-perusahaan mulai meninjau ulang rantai pasokan mereka akibat tekanan tarif. Produsen mungkin lebih aktif bepergian untuk bertemu langsung dengan klien dan melakukan negosiasi,” kata Ryota.

Efek dari meningkatnya mobilitas itu terlihat dari laporan keuangan maskapai. JAL membukukan laba operasional kuartal pertama tertingginya sejak IPO tahun 2012, yang melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.

ANA pun mencatat rekor penjualan internasional tertinggi, menurut pernyataan resmi maskapai. Hal itu sangat menguntungkan bagi JAL, yang telah menggandakan layanan rute trans-Pasifik dan meningkatkan pengelolaan hasil.

Sementara itu, ANA memilih pendekatan berbeda dengan mempertahankan cakupan geografis yang lebih luas. Namun, ketergantungan pada pasar Eropa dan segmen kargo membebani laba maskapai.

Di balik lonjakan tersebut, juga terjadi pergeseran besar dalam struktur industri Jepang. Data Bloomberg menunjukkan bahwa 54 perusahaan yang terdaftar di indeks Topix menyampaikan rencana pemindahan produksi dalam presentasi mereka kepada investor antara 1 Juli hingga 31 Agustus.

Beberapa produsen besar seperti Bridgestone dan Toyo Tire memperluas fasilitas produksi mereka di AS demi menghindari biaya tarif dan menangkap peluang pasar lokal. Honda bahkan memindahkan produksi mobil Civic Hybrid ke Amerika Serikat, sementara Subaru menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas produksi di AS adalah langkah yang tak terhindarkan.

Sebagai bagian dari ekspansi itu, JAL kembali mengoperasikan rute Narita-Chicago pada Mei, serta mengganti armada jet untuk rute Haneda-Los Angeles dengan pesawat yang memiliki kapasitas kursi bisnis lebih besar pada Juni.

Lonjakan permintaan ini bahkan melampaui ekspektasi maskapai. JAL mencatat peningkatan 121% pada perjalanan bisnis internasional dibandingkan tahun sebelumnya. Segmen korporat menyumbang lebih dari 15% pendapatan internasional JAL pada kuartal tersebut.

Dengan tren tersebut, JAL diperkirakan akan mencatat laba operasional sebesar 72,1 miliar yen (Rp 7,6 triliun) pada kuartal kedua, angka tertinggi sejak tahun 2018. Sementara itu, laba operasional ANA diprediksi mencapai 62% dari target tahunan hanya dalam enam bulan pertama 2025.

Melihat pertumbuhan yang kuat itu, para ahli memperkirakan kedua maskapai akan merevisi proyeksi pendapatan mereka untuk tahun ini.

“Kami optimistis pertumbuhan perjalanan internasional akan terus berlanjut,” ujar juru bicara ANA.