Masuk Angin dan Kerokan Diyakini Bisa Sokong Ekonomi RI Lewat Wisata Wellness

Posted on

Masuk angin dan kerokan bukan sekadar gangguan kesehatan ringan, tapi juga bagian dari budaya dan praktik tradisional yang kaya makna. Potensi ini bisa dikembangkan menjadi wisata kesehatan berbasis kearifan lokal yang holistik dan berkelanjutan.

Tidak main-main, potensi itu disampaikan oleh Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Antropologi Kesehatan di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 10 Juni 2025. Atik menyampaikan pidato ilmiah berjudul Masuk Angin Sebagai Fenomena Budaya.

Atik tidak hanya memaparkan penelitian mendalam, tetapi juga secara tidak langsung membuka mata akan potensi besar praktik tradisional Indonesia dalam mendukung sektor pariwisata kesehatan, khususnya wellness tourism. Dikutip dari Global Wellness Institute, wisata wellness adalah perjalanan yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan pribadi secara fisik, mental, dan spiritual.

Berbeda dengan wisata medis (medical tourism) yang berfokus pada perawatan dan penyembuhan penyakit, wisata wellness berfokus pada pencegahan penyakit, gaya hidup sehat, dan pemulihan keseimbangan tubuh dan jiwa, biasanya melalui aktivitas seperti yoga, meditasi, spa, detoksifikasi, pengobatan tradisional, dan retreat alam.

Atik memaparkan saat ini istilah “masuk angin” tidak hanya digunakan dalam konteks gangguan kesehatan, tetapi juga telah meluas ke bidang politik dan ekonomi. Evolusi itu mencerminkan sifat dinamis dari ekspresi budaya dan relevansinya dalam berbagai aspek kehidupan.

“Penelitian itu sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam mempromosikan obat-obatan yang terjangkau dan kesetaraan kesehatan. Dia menunjukkan bahwa memahami praktik budaya seputar kesehatan dapat mengarah pada solusi perawatan kesehatan yang lebih efektif dan dapat diakses oleh masyarakat,” pernyataan dalam fib.ugm.ac.id, dikutip Selasa (17/6/2025).

Dalam paparannya, Atik menjelaskan bahwa masuk angin bukan sekadar gangguan kesehatan ringan, melainkan sebuah konsep budaya yang mencerminkan pandangan masyarakat terhadap sakit dan proses penyembuhan.

“Ada tiga aspek, yakni kebudayaan berupa gagasan, perilaku, dan artefak yakni yang melekat pada cara masyarakat, khususnya di Jawa, merespons masuk angin,” kata Atik.

Wujud kebudayaan itu berupa sistem gagasan yang membentuk pengetahuan budaya, perilaku budaya, dan artefak budaya. Kemudian, sistem gagasan menjelaskan konsep sehat-sakit serta filosofi penyembuhannya. Lantas. masuk angin sebagai perilaku perilaku budaya menggambarkan bagaimana orang Jawa memilih berbagai cara penyembuhan untuk kondisi itu.

“Praktik tradisional, seperti menggunakan koin kuno untuk kerokan (terapi gosok tradisional), balsam, minyak, dan rempah-rempah, baik dalam bentuk minuman maupun saset, memainkan peran penting dalam proses penyembuhan,” kata Atik.

Bagi sebagian orang Indonesia, cara ini sudah menjadi rutinitas; namun bagi wisatawan mancanegara, ini adalah pengalaman otentik yang eksotis dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata kesehatan berbasis budaya.

Dalam konteks global yang mulai menaruh perhatian lebih pada kesehatan holistik, praktik-praktik seperti kerokan, pijat tradisional, dan pengobatan herbal sangat sesuai dengan tren wellness tourism. Banyak negara kini menjadikan budaya penyembuhan tradisional sebagai daya tarik pariwisata, seperti Ayurveda di India atau Thai Massage di Thailand.

Bahkan, Bali sudah menjadi salah tujuan wisata wellness. Bali memainkan peran penting dalam membentuk wajah pariwisata wellness Indonesia, yang ditandai dengan penyelenggaraan Bali Wellness and Beauty Expo pertama pada 27-29 Juni 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *