Masyarakat Adat Baduy menuntut agar pelaku begal terhadap salah satu warga Baduy bernama Repan (16) di Jakarta pusat ditangkap. Kepala Desa Kanekes atau Jaro Pemerintah masyarakat adat Baduy, Oom, juga menyayangkan penolakan rumah sakit untuk merawat Repan.
Oom menyayangkan penolakan tersebut dilakukan hanya karena Repan tidak memiliki kartu identitas. Dia berpendapat seharusnya tim medis menangani korban lebih dahulu.
“Pengakuan si Repan usai dapat musibah langsung mendatangi rumah sakit, tapi tidak ditangani, entah rumah sakit mana masalahnya tidak menyebutkan,” kata Oom dilansir detiknews, Minggu (9/11/2025).
“Harusnya ditangani dulu, setelah itu persyaratan nyusul, utamakan penanganan dulu,” kata Oom.
Oom juga meminta agar pelaku begal segera ditangkap karena korban masih di bawah umur. Oom mengatakan Repan adalah cucu dari Puun Yasih Cikeusik.
“Pembacokan sambil ngebegal bahkan korban di bawah umur, kalau tidak ditindaklanjuti mau dikemanakan secara moral adat, bahkan bisa memicu masyarakat Baduy,” kata Oom.
Oom juga akan melaporkan peristiwa hukum ini ke Polda Metro Jaya. Dia menilai kasus itu bukan tindakan kriminal ringan.
“Kalau lambat kami akan mengadu ke Polres bahkan bisa ke Polda Metro Jaya, soalnya ini buka masalah sepele, ini masalah pidana,” kata dia.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sudah buka suara mengenai warga Baduy, Repan (16), sempat ditolak rumah sakit (RS) di Jakarta karena tak ada KTP. Pramono menegaskan informasi tersebut tidak benar.
“Jadi, untuk warga Baduy, tidak benar ada penolakan dari rumah sakit,” kata Pramono kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (6/11).
Pramono memastikan itu bukan penolakan rumah sakit, namun menirukan keterangan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, disebutkan ada kesalahpahaman dalam bahasa yang membuat masalah tersebut menjadi panjang.
“Saya secara khusus sudah memanggil kepala dinas. Mohon maaf, memang komunikasi yang terjadi karena warga Baduy ini, mungkin bahasanya tidak ini, sehingga ada hambatan itu,” ujarnya.
Pramono menegaskan tidak ada larangan atau penolakan dari pihak rumah sakit mana pun di Jakarta. Dinas Kesehatan, kata Pramono, langsung turun ke lapangan untuk mengecek kondisi sebenarnya.
“Yang jelas tidak ada sama sekali larangan untuk rumah sakit. Bu Ani sendiri akhirnya turun ke lapangan untuk memastikan itu,” jelasnya.
Pramono juga menepis anggapan bahwa penolakan terjadi karena warga Baduy tidak memiliki KTP Jakarta. Pramono memastikan semua warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan di Jakarta akan tetap ditangani.
“Nggak, nggak, nggak (tidak ditolak),” kata dia.
Kronologi Repan Dibegal Hingga Ditolak RS
Repan dicegat kelompok begal di kawasan di Jalan Pramuka Raya, Kelurahan Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (26/10) sekitar pukul 04.00 WIB. Dia didatangi dua sepeda motor.
Salah seorang dari gerombolan itu langsung merampas tas yang dibawa Repan, sedangkan seorang lain mengacungkan sebilah senjata tajam yang disebutnya berbentuk celurit dalam ukuran kecil.
Kaget karena tasnya dirampas, Repan sempat berupaya merebutnya kembali, tapi lelaki yang memegang senjata tajam menyerangnya.
Ayunan ke arah leher itu ditangkis Repan dengan tangan kiri. Akibatnya, ia mengalami luka sobek yang cukup dalam di tangan kiri. Senjata tajam itu juga sempat menggores pipi kirinya.
Akibat pembegalan itu, Repan mengalami kerugian sekitar Rp 4,5 juta, yang berasal dari 10 botol madu yang dirampas, dengan satu botol dijual Rp 150 ribu, dan uang tunai hasil penjualan madu sejumlah Rp 3 juta.
Repan sempat mendatangi salah satu rumah sakit untuk meminta pengobatan tangan kirinya yang terluka akibat menangkis sabetan benda tajam pembegal. Tetapi, rumah sakit menolak mengobatinya. Alasannya, warga Baduy Dalam itu tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
***
Selengkapnya klik di sini.






