Pelestarian bangunan bersejarah di kawasan Jalan Braga harus menjadi bagian dari pengembangan destinasi wisata kota. Upaya itu dilakukan untuk menjaga nilai historis kawasan tanpa menghambat pertumbuhan sektor pariwisata yang kian berkembang.
Jalan Braga dikenal sebagai salah satu ikon wisata Kota Bandung dengan deretan bangunan bergaya art deco, pertokoan tua, dan kafe modern yang menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, meningkatnya arus kunjungan wisata juga membawa tantangan tersendiri dalam menjaga karakter kawasan tersebut agar tidak tergusur modernisasi
Berkaca destinasi di negara favorit wisata, seperti Spanyol, Italia, hingga Yunani masalah terbesarnya adalah jumlah overtourism atau wisatawan yang berlebihan hingga mempengaruhi warga lokal dan lingkungan sekitar. Kondisi itu juga dialami Pulau Bali.
Saat ini, Bandung berpotensi mengalami nasib serupa. Termasuk kawasan Jalan Braga. Salah satu komunitas yang sudah sejak lama berfokus pada pelestarian bangunan heritage, Bandung Heritage Society, menyimpulkan agar overtourism itu tidak terjadi maka harus ada langkah agar pelestarian bangunan di Jalan Braga dan pertumbuhan wisata berjalan seirama.
“Selain meeriset, Bandung Heritage menjaga aturan tentang bagaimana guidance untuk pengembangan dan pemanfaatan. Kita bikin daftar bahwa di Jalan Braga itu ada berapa yang masuk ke list cagar budaya kelas a, kelas b, kelas c gitu, jadi nanti kita akan lihat dari pelakat di bangunannya,” jelas anggota Bandung Heritage Society, Tubagus Adhi, kepada detiktravel, Jumat (30/5/2025).
Nah dari sisi inilah sinergitas antar berbagai lapisan untuk melestarikan cagar budaya yang ada, agar kekokohannya tidak tergerus oleh pesatnya pertumbuhan pariwisata di Jalan Braga itu. Adhi menyampaikan contoh kesinambungan pemerintah dengan pihak-pihak terkait hal itu.
“Nah pemerintah kota misalnya melakukan studi-studi tentang kalau mereka (wisatawan) ini jalan-jalan di kawasan pusat kota itu harus gimana? Nah pemerintah kota membantu studi-studi itu. Dari situ nanti yang dikasihkan ke teman-teman (komunitas) yang lain untuk cerita tentang bagaimana mereka menginterpretasikan soal bangunannya,” kata Adhi.
Menyoal pariwisata yang berdampingan dengan pelestarian bangunan cagar budaya. Menurut Ketua Prodi Magister Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Galih Kusumah, menjelaskan perlu juga adanya kerja sama dari pemerintah dengan para operator perjalanan.
Senada dengan yang diutarakan Adhi, Galih pun sepakat perlu adanya imbauan terkait hal itu. Kemudian, Galih juga menyampaikan dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Braga, setidaknya harus ada kontribusi kepada masyarakat di sana.
Tujuannya untuk memberikan masyarakat merasa dilibatkan dalam ekosistem pariwisata yang terjadi di kawasan tersebut.
“Pemerintah juga perlu menjadi kerja sama dengan asosiasi-asosiasi, travel agent, travel operator jadi untuk mendatangkan wisatawan ke Braga itu kalau bisa dibuatkan konsep yang kalau datang itu berkontribusi untuk ekonomi masyarakat lokal maupun pemilik bangunan,” kata Galih.
“Saat ini masih banyak wisatawan yang datang ke sana hanya sekadar jalan-jalan, foto-foto tapi belanjanya tetap di mall,” ujar dia.