Ngerinya Wisata Ilegal! Bisnis Lokal Mati Perlahan Saat Turis Ramai Berdatangan

Posted on

Pendapatan menurun, hotel sepi, dan agen perjalanan sepi order di saat destinasi wisata ramai wisatawan asing. Para pengusaha menduga muncul wisata ilegal.

Wisata ilegal itu diduga menjelma dalam berbagai wujud. Dari vila tak berizin hingga turis asing yang jadi pemandu wisata, hingga promosi digital yang digarap oleh orang asing dalam menjual destinasi pariwisata Indonesia.

“Banyak vila dan penginapan ilegal yang tak bayar pajak, tak punya izin, tapi tetap laris manis. Ini jelas merugikan pelaku usaha resmi dan mencoreng citra pariwisata kita di mata dunia,” kata Ketua Umum ASITA, Nunung Rusmiati, dilansir detikfinance, Selasa (20/5/2025).

Tak hanya soal akomodasi, Nunung juga menyoroti praktik turis asing yang jadi tour guide ilegal. Contohnya, dua warga Polandia yang diamankan di Bandara Ngurah Rai, Bali, Februari lalu karena terbukti menjadi pemandu tanpa izin, hanya bermodal visa kunjungan.

“Mereka bahkan promosi pakai bahasa negara asalnya untuk menarik sesama turis. Ini pukulan telak bagi pemandu lokal yang sudah tersertifikasi dan bayar izin usaha,” kata dia.

Nunung mengatakan agen perjalanan resmi, khususnya UMKM dan anggota ASITA, makin kesulitan bertahan. Biaya operasional tinggi, ditambah minimnya pengawasan terhadap praktik ilegal, membuat persaingan jadi tak sehat.

“Kami butuh kolaborasi konkret dengan pemerintah. Bukan cuma penertiban, tapi juga dukungan nyata bagi pelaku usaha domestik,” ujarnya.

Nunung mengusulkan empat langkah strategis agar wisata ilegal itu setop beroperasi. Di antaranya, pengawasan ketat terhadap praktik wisata ilegal, pemberdayaan pelaku lokal lewat promosi dan insentif, edukasi wisatawan agar memilih layanan berizin, dan pelibatan asosiasi dalam penyusunan kebijakan.

Nunung juga mendorong forum komunikasi rutin antara pelaku usaha dan pemerintah digelar secara triwulanan agar isu lapangan bisa segera ditindaklanjuti.

Ancaman Serius untuk Ekonomi Daerah

Pernyataan senada disampaikan Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, I Putu Anom. Dia mengatakan meski jumlah wisatawan asing melonjak tajam-dari 5,8 juta di 2022 menjadi 13,9 juta pada 2024-hotel-hotel resmi justru sepi.

“Karena turis asing kini lebih memilih vila ilegal, rumah kos, atau properti sewaan yang dimiliki atas nama warga lokal, lalu disewakan kembali ke turis lain,” kata dia.

Belum lagi praktik OTA asing yang bermain harga murah (predatory pricing), memotong margin pelaku lokal, dan mengalihkan beban pajak.

Praktik itu berdampak langsung kepada pelaku pariwisata lokal. Di antaranya, penurunan okupansi hotel, bonus karyawan dipangkas, PHK meningkat, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata ikut merosot.

“Pemda seperti Badung sudah mulai turun tangan. Kalau PAD jatuh, APBD ikut ambruk,” kata Anom.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *