Keberadaan Kerajaan Loloda di Halmahera sempat nyaris hilang ditelan zaman, namun dibangkitkan kembali melalui perjuangan seorang Mustafa Mansur.
Jika menyebut Maluku Utara, masyarakat pasti tertuju pada empat kerajaan besar yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo (Bero) yang tergabung dalam Maluku Piarahan. Namun, di Pulau Halmahera, tersimpan satu kerajaan tua yang lama luput dari perhatian.
Kerajaan itu bernama Kerajaan Loloda. Seperti banyak kerajaan lain di Indonesia, Loloda tidak lagi berdiri sebagai institusi politik.
Perubahan zaman membuat kerajaan-kerajaan Nusantara bertransformasi menjadi institusi budaya. Menjadi ruang di mana nilai, tradisi, dan identitas lokal tetap hidup dan diwariskan lintas generasi. Dalam ekosistem inilah Kerajaan Loloda kini berdiri.
Namun, perjalanan untuk menghidupkan kembali Loloda bukanlah perkara mudah. Kerajaan ini sempat hilang, tak terawat, bahkan nyaris terhapus dari kesadaran masyarakat.
Hingga kemudian, Mustafa Mansur, seorang putra daerah, merasa terpanggil untuk bergerak. Ketertarikan itu berawal dari masa studinya, ketika ia menulis dan meneliti sejarah kerajaan-kerajaan di Maluku Utara.
“Saat masa studi saya menulis mengenai sejarah kerajaan di Maluku Utara. Dari sana saya mulai merekonstruksi sejarah yang ada,” ujar Mustafa kepada detikTravel, Rabu (17/12/2025).
Berbekal riset sejarah dan kepedulian pribadi, Mustafa bersama sejumlah masyarakat mulai mencoba menghidupkan kembali ritme dan struktur budaya Kerajaan Loloda sejak 2008 silam.
Upaya itu berjalan perlahan, penuh keterbatasan dibantu peradaban dari Kerajaan Ternate. Baru pada 2016, struktur lembaga kerajaan ditegakkan secara lebih tegas dan sistematis. Hingga kini, proses kebangkitan itu telah berlangsung sekitar 17 tahun dan tetap eksis.
Mustafa menyadari, kepedulian masyarakat terhadap budaya masih terbatas oleh berbagai faktor. Karena itu, ia memilih untuk melangkah lebih dulu.
“Kepedulian masyarakat masih sangat terbatas karena satu dan lain hal, sehingga saya berusaha untuk bergerak lebih dulu untuk mempertahankan budaya yang ada. Memperkuat struktur kerajaan di internal dan memperluasnya secara eksternal dengan melestarikannya kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Saat ini, Kerajaan Loloda berfokus sepenuhnya pada pelestarian kebudayaan. Kerajaan tidak lagi berbicara tentang kekuasaan, melainkan tentang identitas, sejarah, dan kesinambungan nilai-nilai lokal yang membentuk jati diri masyarakat Halmahera.
Dalam konteks pelestarian budaya, Mustafa juga menekankan pentingnya peran pemerintah. Menurutnya, banyak budaya yang selama ini hanya tercatat dalam hukum tidak tertulis tanpa dasar hukum yang kuat.
Pemerintah memiliki peran strategis untuk menghadirkan regulasi yang tegas agar kepemilikan dan kelestarian budaya dapat diakui dan dilindungi sebagai bagian dari kekayaan Indonesia.
Lokasi Kerajaan Loloda Sangat Strategis
Secara geografis, Kerajaan Loloda berada di posisi yang unik dan strategis, terletak di antara Kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara. Meski kaya sumber daya alam, termasuk emas, wilayah ini hingga kini masih tergolong terisolasi. Akses yang sulit dan pembangunan yang terbatas menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Loloda.
Namun, bagi Mustafa dan rekan-rekannya, membangkitkan Kerajaan Loloda bukan semata soal wilayah atau potensi ekonomi. Tujuan utamanya adalah menegaskan persatuan budaya.
“Tujuan utama kami membangkitkan lembaga kerajaan ini sebagai budaya adalah untuk menegaskan bahwa meskipun secara politik kita terpisah dalam wilayah pemerintah dan registrasi, namun secara budaya kita satu,” kata Mustafa.
Atas dedikasinya membangkitkan kembali struktur lembaga kerajaan sebagai institusi budaya, Mustafa Mansur menerima Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 dalam kategori Pelopor atau Pembaru.
Penghargaan ini diberikan Kementerian Kebudayaan sebagai bukti bahwa pemerintah tidak membiarkan mereka berjuang sendiri untuk mempertahankan wajah kebudayaan Indonesia.
Kerajaan Loloda saat ini bukan hanya nama dalam catatan sejarah, melainkan ruang hidup bagi ingatan kolektif, tradisi, dan harapan agar budaya Nusantara tetap bertahan sepanjang zaman.






