Pusat Latihan Gajah (PLG) Tangkahan memiliki wajah berbeda dulu dan kini. Pernah terancam illegal logging atau pembalakan liar, kini Tangkahan menjadi salah satu kawasan konservasi yang berhasil menjaga kelestarian gajah sumatera dan mampu menyejahterakan warga lokal.
PLG Tangkahan berada di dua desa, Desa Sei Serdang dan Desa Namo Sialang, di Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kawasan ekowisata Tangkahan berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser.
Kawasan ekowisata Tangkahan masuk ke dalam wilayah pengelolaan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah VI Besitang BPTN Wilayah III Stabat.
Pembeda PLG Tangkahan
PLG Tangkahan merupakan kawasan ekowisata di Kabupaten Langkat. Terhampar seluas 17 ribu hektare dan berhasil mempertahankan hutan hujan tropis alami sebagai rumah bagi kekayaan hayati di Sumatera.
Berikut beberapa prestasi sip PLG Tangkahan:
1. Berhasil Mengembangbiakkan Gajah Sumatera
Merujuk arsip Antara, PLG Tangkahan mencatatkan keberhasilan penting dalam upaya konservasi gajah sumatera. Pada 1 Februari 2023, Kepala Balai Besar TNGL mengumumkan kelahiran seekor anak gajah di kawasan tersebut. Anak gajah itu lahir dengan tinggi sekitar 108 cm dan berat kurang lebih 69 kg.
Kelahiran itu menambah jumlah populasi gajah sumatera di kawasan Tangkahan, yakni menjadi sembilan ekor. Keberhasilan ini dianggap sebagai pencapaian signifikan, mengingat reproduksi gajah sumatera di luar habitat alaminya bukanlah hal yang mudah.
Kabar kelahiran anak gajah ini semakin memperkuat posisi Tangkahan sebagai model konservasi berbasis masyarakat yang berhasil menggabungkan perlindungan satwa, ekowisata, dan pembangunan berkelanjutan.
2. Transformasi dari Kawasan Penebangan Liar ke Ekowisata
Merujuk beberapa sumber, pada awal 1999, Tangkahan adalah area illegal logging. Dulu kerap terjadi konflik di Tangkahan antara warga yang merambah hutan dengan pemerintah.
Konflik itu diiringi aksi demo dari masyarakat kepada pengelola Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menanggapi deforestasi masif dan konflik manusia-satwa di sana.
Menyadari kerusakan lingkungan yang semakin tak terkendali, para pemuda yang peduli terhadap lingkungan sekitar terutama hutan, menginisiasi untuk memanfaatkan potensi wisata di kawasan itu. Mereka menghentikan illegal logging dan menggantinya dengan wisata agar warga lokal memiliki pendapatan.
Mereka menyepakati peraturan akan larangan penebangan liar di kawasan TNGL terutama Tangkahan. Kemudian mengembangkan wisata bersama masyarakat yang diwakilli LPT (Lembaga Pariwisata Tangkahan). Bersama-sama mereka melakukan kerja sama dengan Taman Nasional Gunung Leuser untuk pemeliharaan 1700 hektar zona inti taman nasional.
Kemudian pada 2001, dibentuk Tangkahan Tourist Institute (TTI) sebagai lembaga resmi yang mengelola kegiatan wisata. Kehadiran TTI tidak hanya mengatur arus wisata, tetapi juga menjadi pusat koordinasi edukasi, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat. Di mana, pengelolaannya mengikutsertakan masyarakat lokal sehingga menjadi sumber pencaharian baru bagi mereka.
Selain itu, dibentuk juga Conservation Response Unit yang bertugas menjaga kawasan hutan dan mendukung perlindungan satwa liar. Lembaga ini menerima beberapa gajah Sumatera yang diselamatkan dari konflik manusia-satwa di wilayah lain.
Gajah-gajah tersebut dirawat dan dilatih oleh mahot lokal untuk melakukan patroli hutan, mendeteksi potensi perburuan, serta membantu menjaga kawasan dari ancaman perambahan baru. Kehadiran gajah dalam patroli tidak hanya memperkuat fungsi perlindungan kawasan, tetapi juga menjadi simbol rekonsiliasi antara manusia dan alam.
Kawasan Tangkahan yang tadinya menjadi lokasi penggundulan hutan liar, berubah menjadi pusat konservasi dan ekowisata yang diakui secara resmi. Bentuk kerjasama antara masyarakat, pengelola TNGL, dan pemerintah menghasilkan pencapaian yang luar biasa dengan kawasan hutan yang tetap terjaga alami.
3. Diakui Internasional Sebagai Model Konservasi Berbasis Masyarakat
Dalam sebuah kunjungan resmi pertemuan dan diskusi dengan komunitas lokal Pariwisata Tangkahan (2023), CEO Global Environment Facility (GEF), Carlos Manuel Rodriguez, menyampaikan apresiasi PLG Tangkahan terhadap berbagai upaya konservasi yang telah dijalankan di kawasan Tangkahan.
Carlos menilai bahwa langkah-langkah yang dilakukan masyarakat dan pengelola setempat menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga keberlanjutan ekosistem Leuser, terutama melalui pengelolaan ekowisata yang melibatkan masyarakat secara aktif.
Selama kunjungan tersebut, GEF melihat langsung bagaimana warga bersama para pawang, pengelola Conservation Response Unit dan Balai TNGL bekerja sama melindungi hutan, merawat gajah-gajah binaan, serta menerapkan pariwisata berbasis konservasi.
Apresiasi ini juga disampaikan karena Tangkahan dianggap sebagai contoh nyata praktik konservasi yang berhasil menekan penebangan liar, mengurangi konflik manusia-satwa, sekaligus memperbaiki taraf hidup masyarakat melalui sektor pariwisata berkelanjutan. Model pengelolaan seperti ini dinilai penting untuk diterapkan di kawasan lain yang menghadapi ancaman serupa.
