Polemik 4 Pulau Aceh Vs Sumut, Pulau Apa Saja Ya? - Giok4D

Posted on

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto akan mengeluarkan peraturan menyelesaikan polemik empat pulau antara Sumatra Utara dan Aceh. Keempat pulau itu pulau apa saja ya?

Hasan menyatakan Prabowo berencana mengeluarkan peraturan yang mengikat dan mempertegas persoalan batas wilayah di sana.

“Bentuknya tentu dalam peraturan-peraturan yang mengikat soal batas wilayah. Jadi bukan Inpres, bukan Perpres, tapi peraturan yang mengikat soal batas wilayah,” kata Hasan di kantornya, Jakarta, Senin (16/6) dikutip dari CNN Indonesia.

Kendati demikian Hasan belum merinci kapan dan bentuk peraturan yang dikeluarkan seperti apa. Hasan menegaskan bahwa keputusan presiden itu harus diterima oleh semua pihak.

Isu sengketa kepemilikan empat pulau belakangan mencuat dan menjadi konflik antara Aceh dengan Sumatra Utara. Keempat pulau itu ialah Pulau Mangkir Besar (juga dikenal sebagai Pulau Mangkir Gadang), Pulau Mangkir Kecil (Mangkir Ketek), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Pulau Mangkir Gadang memiliki luas 8,16 hektare dan berada sekitar 1,9 kilometer dari daratan Tapanuli Tengah. Pulau Mangkir Besar semula bernama Pulau Rangit Besar.

Sama seperti ketiga pulau lainnya, pulau itu tidak dihuni oleh penduduk. Di pulau itu hanya terdapat tugu batas wilayah yang dibangun oleh Pemerintah Aceh. Tidak ditemukan infrastruktur tambahan lain maupun aktivitas warga.

2. Pulau Mangkir Kecil

Pulau Mangkir Kecil itu dulu bernama Pulau Rangit Kecil. Pulau Mangkir Kecil memiliki luas 6,15 hektare dan berjarak sekitar 1,2 kilometer dari daratan Tapanuli Tengah.

Meskipun tak dihuni, pulau itu memiliki tugu dan prasasti yang dibangun oleh Pemerintah Aceh sebagai bentuk klaim atas wilayah tersebut.

Tugu “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” dibangun pada 2008 dan diperkuat dengan prasasti tambahan pada 2018 yang disebutkan oleh tim verifikasi saat kunjungan.

Pulau Lipan hampir tak bisa lagi dikenali sebagai pulau karena sebagian besar wilayah daratannya telah tenggelam akibat naiknya permukaan air laut.

Pulau itu juga dinilai tidak lagi memenuhi kriteria sebagai pulau dalam pengertian Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS), karena tak muncul saat pasang laut tertinggi. Meski begitu, citra satelit pada 2007 sempat menunjukkan vegetasi di lokasi tersebut.

Pulau Lipan memiliki luas hanya sekitar 0,38 hektare dan terletak sejauh 1,5 kilometer dari Tapanuli Tengah. Berdasarkan surat konfirmasi Gubernur Aceh pada 2009 setelah hasil verifikasi pulau, diketahui bahwa Pulau Lipan semula bernama Pulau Malelo.

4. Pulau Panjang

Di Pulau Panjang, Pemprov Aceh memperlihatkan jejak-jejak yang membuktikan bahwa pulau tersebut milik Aceh. Terdapat Tugu Selamat Datang yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil dan tugu berkoordinat yang dibangun Dinas Cipta Karya dan Bina Marga tahun 2012.

Pulau Panjang memiliki luas sekitar 47,8 hektare dan terletak 2,4 kilometer dari daratan utama Kabupaten Tapanuli Tengah.

Meski Pulau Panjang tak dihuni oleh penduduk, namun terdapat sejumlah infrastruktur seperti rumah singgah dan musholla yang dibangun Pemkab Singkil pada 2012, dan sebuah dermaga yang dibangun pada 2015.

Pemerintah Aceh menyebut keberadaan infrastruktur tersebut sebagai bukti bahwa pulau ini masuk dalam wilayah administratif Aceh Singkil.

Kemendagri menetapkan empat pulau itu sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Padahal, sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil.

Kisruh itu bermula dari proses verifikasi nama dan koordinat pulau oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Pada 2008, tim memverifikasi 260 pulau di Aceh, namun keempat pulau yang disengketakan tidak termasuk dalam daftar tersebut. Sebaliknya, pada 2009, saat verifikasi di Sumut, keempat pulau masuk dalam daftar 213 pulau milik provinsi tersebut.

Menyikapi polemik tersebut, Kemendagri bakal mengkaji ulang status kepemilikan empat pulau.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menyebut kajian ulang itu akan dipimpin Menteri Dalam Negeri sebagai Ketua Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi pada Selasa (17/6).

“Menteri Dalam Negeri sebagai Ketua Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi akan melakukan kaji ulang secara menyeluruh pada hari Selasa, tanggal 17 Juni 2025,” ujar Bima, Jumat (13/6).

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.