Rencana pemindahan kucing liar di Jakarta ke salah satu pulau kecil di Kepulauan Seribu menuai sorotan. Wacana itu dinilai perlu dikaji secara ekstra hati-hati.
Mahawan Karuniasa, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI), mengatakan memindahkan kucing ke pulau kecil bukanlah perkara sederhana. Mau tidak mau harus memperhitungkan aspek ekologi dan efektivitasnya.
Salah satu pertimbangan utama adalah setiap pulau di Kepulauan Seribu memiliki ekosistem dan rantai makanan tersendiri. Kehadiran kucing sebagai predator berpotensi memangsa satwa asli. Nah, efek dominonya bisa mengganggu keseimbangan lingkungan yang telah terbentuk di pulau tersebut.
“Bagaimana dengan pangannya? Kucing-kucing itu bisa mati massal. Sebaliknya, kalau terlalu dominan, mereka bisa menjadi spesies invasif yang mengancam keberadaan hewan lokal,” ujar Mahawan dalam perbincangan dengan detiktravel, Minggu (1/6/2025).
Mahawan menyarankan sebelum wacana itu diputuskan, pemerintah provinsi DKI Jakarta harus memastikan betul tidaknya populasi kucing di ibu kota sudah berlebihan. Andai memang benar berlebihan, Mahawan menyarankan, pengendalian populasi dilakukan langsung di wilayah DKI Jakarta daripada melakukan pemindahan.
Pengendalian populasi itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui program sterilisasi, seperti kebiri atau pemisahan jantan dan betina, membatasi pemberian makanan di ruang publik, serta mengarahkan kucing liar ke shelter agar lebih terkelola.
“Pemberian makanan di jalan memang tampak empatik, tapi justru memperkuat daya bertahan kucing liar dan mempercepat pertumbuhan populasinya,” kata Mahawan.
Mahawan menegaskan wacana menjadikan pulau kucing sebagai destinasi wisata juga perlu dikaji ulang. Dia mengatakan berkaca pulau kucing di Jepang yang sukses menarik wisatawan, daya tarik pulau itu bukan hanya karena keberadaan kucing, tapi juga karena keindahan alam, ketenangan, dan suasana unik yang ditawarkan.
“Kita hidup berdampingan dengan kucing setiap hari. Kalau tidak ada hal yang benar-benar membedakan, sulit menjadikan itu sebagai daya tarik wisata. Bahkan bisa jadi gangguan, seperti kasus monyet yang populasinya tidak terkontrol di tempat wisata,” kata dia.
Wacana pulau kucing itu dikemukakan oleh Gubernur Pramono Anung. Dia merujuk Jepang dengan pulau kucing yang emnjadi destinasi wisata.
Merujuk JNTO, Jepang memiliki beberapa pulau kucing, di antaranya Pulau Kucing Tashirojima di Prefektur Miyagi dan Aoshima di Prefektur Ehime.
Tashirojima bahkan dijuluki sebagai Cat Island. Penduduk lokal percaya bahwa memberi makan kucing akan membawa keberuntungan dan rezeki. Pulau itu bahkan memiliki kuil khusus untuk kucing.
Kemudian, Aoshima yang juga pulau kucing ikonik di negeri sakura. Di pulau ini, kucing berjumlah sekitar enam kali lebih banyak daripada manusia. Awalnya, kucing diperkenalkan untuk mengendalikan populasi tikus di kapal nelayan, tapi kini mereka mendominasi pulau.