Rencana operasional seaplane dan pembangunan glamping di Gunung Rinjani ditolak keras oleh berbagai pihak. Mulai dari pelaku wisata hingga mahasiswa pencinta alam.
Rencana pembangunan fasilitas glamping dan penerbangan seaplane atau pesawat amfibi itu diajukan PT Solusi Pariwisata Inovatif (SPI). Pembangunan itu mencakup 15 hingga 20 unit glamping mewah dan layanan pesawat amfibi menuju Danau Segara Anak.
Penerbangan direncanakan tiga kali sehari, menyasar wisatawan yang ingin pengalaman eksklusif di kawasan yang selama ini dijaga ketat karena statusnya sebagai kawasan konservasi.
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) mengonfirmasi bahwa pengajuan izin usaha itu sudah diajukan sejak 2020 dan tercatat secara administratif di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Yarman, mengatakan rencana pengoperasian seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani oleh PT SPI di kawasan TNGR memungkinkan dilakukan karena ada area yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi bisnis.
“Ada area yang digunakan untuk bisnis, tapi kalau luasnya masih belum saya tahu nanti saya cek datanya dulu ya,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).
Rencana itu ditolak oleh pelaku wisata lain dan gerakan mahasiswa pecinta alam. Salah satu pelaku usaha yang menolaknya adalah pelaku jasa usaha wisata dari Lombok Timur maupun Lombok Utara.
“Sebagai penyedia jasa wisata, saya pribadi merasa khawatir dengan rencana tersebut karena dampaknya bukan hanya ke saya, tetapi juga para porter dan pemilik penginapan” kata Zaenal Abidin, salah seorang pemilik usaha trekking organizer beberapa waktu lalu.
Zaenal mengatakan selain berdampak pada ekonomi pelaku jasa wisata lokal, operasional seaplane dan glamping akan mengganggu ekosistem dan kelestarian Gunung Rinjani.
Rahmat Hidayat, salah seorang pemilik penginapan di kawasan Sembalun, mengungkapkan pendapat serupa. Rahmat khawatir pembangunan fasilitas seaplane dan glamping di kawasan TNGR dapat mengancam okupansi di penginapan miliknya. Dia mencontohkan wisatawan yang terbang dari Bali dapat dengan mudah pergi seusai menikmati keindahan Rinjani.
“Kalau mereka terbang dari Bali, tentu tidak mungkin mereka menginap di tempat kami. Habis menikmati Rinjani, pasti langsung pergi lagi,” ujar Rahmat.
Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam Rinjani Universitas Gunung Rinjani (Gempar UGR) juga menolak rencana pengoperasian seaplane dan pembangunan glamping di Gunung Rinjani oleh PT Solusi Pariwisata Inovatif (SPI). Mereka menilai beroperasinya pesawat amfibi tersebut hanya akan menambah dampak kerusakan lingkungan di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
“Dengan aktivitas wisata saat ini saja di Gunung Rinjani kondisinya sedang tidak baik-baik saja, apalagi ditambah dengan beroperasinya pesawat amfibi (seaplane) ini, pastinya Rinjani akan tambah hancur nanti,” kata Ketua Gempar UGR, Azhar Pawadi, saat ditemui detikBali seusai konsolidasi membahas isu tersebut di halaman kampusnya, Jumat (20/6).
Azhar mengatakan eksploitasi berlebihan untuk wisata di Gunung Rinjani hanya akan menambah dampak kerusakan ekologis. Hal tersebut berbanding terbalik dengan fungsi dari taman nasional, yaitu untuk konservasi.
“Selama ini kan oleh pihak TNGR sendiri hanya mengurus bisnisnya saja sehingga lupa kalau fungsi utamanya itu adalah untuk konservasi,” kata Azhar.
Dia mengatakan zona konservasi itu fungsinya sebagai tempat pelestarian serta penelitian dan tidak boleh dieksploitasi, apalagi dijadikan sebagai lahan bisnis. Di kawasan taman nasional ada zona inti yang tidak boleh dimanfaatkan untuk aktivitas apa pun.
“Hari ini saja hampir semua kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani telah dijadikan lahan bisnis, bahkan sampai ke zona inti konservasi, di mana untuk memasukinya sebagai tempat penelitian harus memerlukan izin. Itu semuanya telah habis,” kata Azhar.
Azhar mengungkapkan Gempar UGR telah menerima dokumen uji publik dari PT SPI terkait rencana pengoperasian seaplane dan pembangunan glamping di Gunung Rinjani. “Mereka (PT SPI) berencana akan membangun 15-20 hunian di areal Danau Segara Anak dan tiga kali penerbangan pesawat amfibi dalam sehari,” ujar dia.
Azhar juga mempertanyakan mekanisme keterlibatan masyarakat lokal di lingkar Rinjani jika rencana pengoperasian seaplane dan pembangunan glamping tetap dijalankan. Lewat dokumen yang diterima Gempar UGR, PT SPI akan mempekerjakan pemandu wisata hingga teknisi pesawat.
“Saya baca dalam dokumen tersebut akan melibatkan masyarakat lokal, melibatkannya di mana, masak nanti penduduk lokal akan dijadikan teknisi atau pilot pesawat. Tentu itu semua akan didatangkan dari luar, ujung-ujungnya masyarakat lokal nantinya jadi tukang parkir oleh perusahaan itu,” kata Azhar.
“Kami melakukan konsolidasi dan diskusi untuk membahas isu ini. Bukan hanya kami di Gempar, tetapi kawan-kawan dari organisasi pecinta alam lain sedang melakukan konsolidasi juga dan rencananya dalam waktu dekat kami akan melakukan aksi,” kata Azhar.