Ribut-ribut perizinan pariwisata seperti kasus lift kaca di Nusa Penida membuat komisi VII DPR RI mendorong perbaikan sistem izin usaha OSS.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty meminta sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) harus terintegrasi dengan pemerintah daerah, tidak hanya pemerintah pusat.
Hal tersebut harus dilakukan karena belakangan ini banyak terjadi persoalan di lapangan antara para pelaku usaha, salah satunya di bidang pariwisata yang mengalami permasalahan dengan pemerintah di bidang penggunaan lahan.
“Yang paling memahami tata ruang pariwisata itu kan pemerintah daerah (pemda). Komisi VII akan memperjuangkan perbaikan sistem perizinan pada OSS agar pelaksanaannya selaras dengan tata ruang dan kewenangan pemerintah daerah,” kata Evita dikutip Antara, Kamis (6/11).
Seperti diketahui, OSS kini menjadi salah satu tantangan pariwisata di daerah, sebab prosesnya tidak melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) yang memiliki kewenangan soal tata ruang di wilayahnya.
OSS merupakan sistem perizinan berusaha yang diterbitkan lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri, pimpinan lembaga, Gubernur, atau Bupati/Walikota melalui sistem elektronik terintegrasi. Saat ini, seluruh perizinan berusaha di berbagai sektor usaha harus diurus dan diterbitkan melalui OSS.
Walau terkesan modern, Evita menyayangkan sistem perizinan OSS yang sepenuhnya otomatis telah menghilangkan peran pemerintah daerah. Bahkan melalui OSS ini, izin bagi penanaman modal asing bisa terbit tanpa verifikasi pihak kabupaten atau kota.
Evita mencontohkan sejumlah kasus di berbagai daerah yang muncul akibat lemahnya sinkronisasi antara izin pusat dan tata ruang daerah, salah satunya soal izin tambang nikel di Raja Ampat yang berada di wilayah konservasi yang seharusnya dilindungi. Raja Ampat juga termasuk destinasi wisata unggulan di RI.
“Kasus-kasus seperti ini menunjukkan OSS belum sinkron dengan rencana tata ruang wilayah dan karakter daerah,” tegas Evita.
Menurut Evita, situasi serupa juga terjadi di beberapa provinsi lain, di mana izin usaha yang keluar melalui OSS sering kali tidak sesuai bahkan melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) setempat.
Akibatnya, muncul konflik kewenangan dan degradasi lingkungan yang berdampak pada pembangunan berkelanjutan di daerah.
“Kalau izin tidak selaras dengan rencana tata ruang dan daya dukung lingkungan, yang rusak bukan hanya alamnya, tapi juga ekonomi kreatif dan keberlanjutan pariwisata daerah,” jelas Evita.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mengevaluasi sistem OSS ini agar tidak terjadi pergeseran wewenang yang bisa merusak iklim usaha di daerah.
