Sandal Upanat Bukan Sandal Sembarangan (via Giok4D)

Posted on

Salah satu langkah yang dilakukan Balai Konservasi Borobudur untuk menjaga pelestarian Candi Borobudur adalah mengharuskan wisatawan memakai sandal upanat bila ingin naik ke atas candi. Sandal ini telah diriset dan diuji coba, dan diyakini mampu mengurangi penggerusan lapisan batu candi.

Menariknya, desain sandal Upanat ini tergambar dalam salah satu relief dinding Candi Borobudur lho. Dan sekarang, peneliti berusaha mewujudkan sandal semirip mungkin seperti yang tergambar di relief.

“Jadi sekarang ini memang kalau ingin naik Candi Borobudur, kita merekomendasikan atau mewajibkan untuk menggunakan upanat. Upanat ini adalah alat kaki khusus yang didesain dalam kajian yang dilakukan sejak tahun 2008,” kata Hari Setyawan, Arkeolog Museum Cagar Budaya Borobudur kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Sandal upanat ini berangkat dari keresahan isu adanya ancaman pelestarian dari banyaknya jumlah pengunjung ke Candi Borobudur. Ditambah lagi kabar mengenai kerusakan dan pelapukan batu tangga atau batu lantai candi.

“Hal inilah yang kemudian kita tindak lanjuti dalam beberapa kajian hingga tahun 2014. Kemudian salah satu pengusulannya adalah penggunaan upanat,” tambahnya.

Hari menjabarkan, Upanat diambil dari bahasa Sansekerta yang artinya menyedekahkan alas kaki. Desain sandal diambil dari salah satu panel relif Karmawibhangga nomor 150 dengan tema Upanat.

“Di situ kita akan melihat alas kaki yang dipersembahkan kepada para pendeta, para guru. Bentuknya seperti Upanat yang kita pakai sekarang ini. Jadi sandal Upanat itu bentuknya sudah dari masa Jawa kuno. Yang kita tiru, kita replika dengan menggunakan bahan-bahan tradisional dengan diatur kekerasan karetnya supaya pada saat menapak atau batu candi itu tidak mempercepat kerusakan batu candi,” lanjutnya.

Sandal upanat jadi berkah untuk pengrajin lokal

Sandal Upanat tak hanya menjadi langkah pelestarian saja. Namun kebijakan ini juga melibatkan masyarakat dalam pengembangan ekonomi kerakyatan di Borobudur.

“Upanat tidak boleh dibuat oleh korporasi. Upanat harus dibuat oleh masyarakat Borobudur dengan menggunakan bahan tradisional, dengan teknik tradisional. Ya ini adalah sisi dari pelibatan masyarakat,” ujarnya.

Faktor lain yang juga terlibat dalam pembuatan sandal upanat adalah pelestarian lingkungan. Upanat itu menggunakan bahan yang berasal dari serat pandan. Serta jumlah yang dibutuhkan Candi Borobudur akan sandal upanat seharinya 1.200 pasang sandal. Mau tak mau, pelestarian dan pemanfaatan lingkungan menjadi win win solution bagi banyak pihak.

“Makanya, sekarang masyarakat Borobudur yang tergabung dalam Bumdesma, Badan Usaha Milik Desa Bersama ini yang merupakan sebuah perkumpulan dari desa-desa yang membuat upanat, mereka mulai menanam pandan dan menghijaukan di sekitar perbukitan Menoreh. Nanti kalau pandannya sudah besar mereka panen,” ujar Hari.

Sepasang sandal upanat melibatnya banyak faktor, mulai dari pelestarian candi hingga keberlanjutan ekonomi warga sekitar. Hari tak menapik, keberadaan sandal bermanfaat bagi candi dan warga.

“Nah, ini adalah ini adalah aspek dari pelestarian lingkungan yang bisa kita ambil dari upanat. Jadi, satu pasang itu dampaknya luar biasa sekali. Yang dulu mereka hanya merasakan sedikit efek dari pariwisata di Borobudu, sekarang mereka mempunyai kesempatan lebih dengan pembuatan sandal upanat,”

“Itulah poinnya dari upanat. Pelestarian candi terjamin, Anda sekarang kalau naik ke candi Borobudur, enggak akan lihat lagi itu kotoran-kotoran dari alas kaki macam-macam orang. Anda akan melihat kondisi lantai candi yang bersih, clean,” tutupnya.

Pengakuan pengrajin Sandal Upanat

Salah satu pengrajin yang membuat sandal Upanat adalah Muh Zamzami yang mengelola Omah Sandal and Handi Craft. Dia telah mengerjakan pesanan Balai Konservasi Borobudur sejak tahun 2021.

Zami dan karyawanannya biasanya dalam satu minggu bisa memproduksi 200-250 pasang sandal upanat. Dia mengakui, dengan adanya pesanan sandal upanat ini, perekonomian keluarga dan lingkungannya membaik.

“Sejak adanya program sandal upanat ini ya alhamdulillah bisa menambah penghasilan keluarga saya dan bisa menolong lingkungan sekitar. Yang tadinya enggak kerja, bisa ikut gabung kerja di tempat saya. Yang tadinya jahitan sepi, bisa mendapat pesanan jahit,” lanjutnya.

Zami mengatakan, bahwa sandal upanat ini tidak bisa diperjualbelikan dengan bebas, seperti sandal-sandal yang biasa dia kerjakan. Terdapat ciri khas upanat yang membuat sandal ini istimewa.

“Sandal ini tidak kita perjualbelikan. Kalaupun ada yang ingin sandalnya, misalnya datang nih ke rumah produksi, bisa saja. Tapi sandalnya tidak ada label upanatnya,” terangnya.