Sisi Gelap Pariwisata Piramida Giza: Penipu, Pedagang Agresif, dan Kekejaman Hewan

Posted on

Piramida Giza, simbol kejayaan Mesir kuno, menjadi magnet wisatawan dunia. Namun, di balik pesonanya, situs warisan dunia itu menyimpan sisi gelap yang tidak disangka-sangka.

Dikutip dari New York Post, Selasa (6/5/2025), jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia datang untuk melihat langsung piramida dengan Sphinx-nya. Jumlah kunjungan wisatawan mencapai 17,5 juta turis pada 2024.

Namun, di saat bersamaan Mesir menuai konsekuensinya. Yang pertama, kepadatan wisatawan yang menyesakkan. Kawasan itu mulai kewalahan menampung lautan manusia.

Selain itu, ulah oknum pemandu wisata dan pedagang bikin tidak nyaman pengunjung. Mereka terkadang terlalu memaksa dan agresif menjajakan dagangan. Ada pula calo yang gigih menawarkan berbagai layanan. Kemudian, lalu lalang kendaraan wisata yang memadati area sekitar piramida.

Kurt Caz, seorang travel influencer asal Afrika Selatan, mengunggah kesan tentang sisi gelap berwisata di piramida itu.

“Ketika kalian datang melihat piramida, hindari semua penipu ini,” kata dia.

Caz bahkan merekam momen ketika para calo terus mengikutinya meski sudah ditolak berkali-kali. Bukannya menjauh, calo-calo itu menunjukkan sikap kurang sopan.

Video Caz yang diunggah pada tahun 2023 itu diberi likes hampir satu juta kali dan ribuan komentar terus membanjiri, menyuarakan keluhan serupa.

Seorang warganet bahkan menulis, “Orang-orang sekarang lebih banyak merekam video ‘hindari penipu’ daripada piramidanya sendiri.”

Komentator lain menambahkan bahwa meskipun piramida itu indah, pengalaman mereka dirusak oleh ulah para penipu.

Pemerintah Mesir menyadari kondisi itu, namun tampaknya kurang berhasil. Mereka sempat membersihkan Situs Warisan Dunia UNESCO yang selama bertahun-tahun ditangani oleh manajemen yang buruk dan keberadaan pedagang yang tidak terkendali dan agresif.

Pekan lalu, sebuah pintu masuk baru ke kompleks piramida, yang terletak di Jalan Raya Fayoum, mulai diuji coba. Pintu masuk ini diharapkan dapat menggantikan akses bersejarah di dekat Marriott Mena House yang seringkali dilanda kemacetan parah.

Dalam laporan Euro News, proyek ambisius yang dipimpin oleh Orascom Pyramids Entertainment Services Company itu dilaporkan menelan biaya mencapai USD 51 juta.

Namun, implementasinya tidak berjalan mulus. Uji coba pintu masuk baru ini justru memicu protes dari para operator tur kuda dan unta.

Mereka memblokir akses kendaraan sebagai bentuk penolakan terhadap relokasi area parkir ke lokasi baru yang dianggap terlalu jauh dari pintu masuk dan akan merugikan bisnis mereka.

Laporan lain menyebut operator tur itu sejak lama diduga melakukan pelecehan dan bahkan pemerasan terhadap para wisatawan.

Ketegasan ditunjukkan oleh Naguib Sawiris, pendiri Orascom Telecom Holding dan Orascom Investment Holding. Melalui platform X, dia menyatakan bahwa para penjual yang menolak untuk pindah ke zona baru akan dilarang beroperasi.

“Kesejahteraan publik dan pelestarian harta karun ini jauh lebih penting daripada mengakomodasi kepentingan 2.000 individu yang telah merugikan negara selama bertahun-tahun,” kata dia.

Daftar sisi gelap pariwisata piramida masih ada lagi. Selain masalah penipu dan pedagang agresif, sorotan tajam juga tertuju pada laporan kekejaman terhadap hewan yang digunakan untuk menarik kereta wisata, mulai dari kuda, keledai, hingga unta. Organisasi hak-hak hewan seperti PETA telah bertahun-tahun mengecam praktik ini.

Dalam sebuah pernyataan pada tahun 2023, PETA mengungkapkan hasil investigasi mereka di pasar Birqash, tempat banyak unta dibeli sebelum akhirnya bekerja di situs-situs bersejarah ternama seperti Piramida Agung Giza dan Saqqara.

Tragisnya, tidak ada masa pensiun bagi hewan-hewan itu. Setelah tak lagi kuat menarik wisatawan, mereka dikembalikan ke pasar lantas dikirim ke rumah jagal.

Wakil Presiden PETA Asia, Jason Baker, bahkan mengklaim bahwa organisasinya telah mendokumentasikan pemukulan, penendangan, pencambukan, dan pembiaran kelaparan yang rutin dialami kuda dan unta di area piramida.

“Hewan-hewan secara harfiah ditunggangi sampai mati dan kemudian dibuang seperti sampah di luar gerbang. Piramida Giza seharusnya melambangkan keindahan dan sejarah Mesir, bukan kekejaman hewan yang tidak terkendali. Pemerintah Mesir harus bertindak untuk mengeluarkan hewan-hewan yang menderita ini dari Giza,” ujar dia.

Kabar baiknya, pemerintah Mesir telah mengambil tindakan. Sebuah program kesejahteraan hewan khusus diluncurkan di tempat-tempat wisata utama, termasuk Giza, yang akan memperkenalkan transportasi ramah lingkungan.

Bus listrik itu menjadi andalan untuk menawarkan alternatif yang lebih nyaman dan berkelanjutan bagi wisatawan, sekaligus mengurangi polusi dan ketidaknyamanan bagi penduduk setempat.

Namun, transisi ini pun tak luput dari keluhan. Beberapa wisatawan di media sosial menyampaikan ketersediaan bus listrik terbatas, sehingga mereka harus menunggu lama atau bahkan berjalan kaki di tengah terik matahari.