Study Tour Dilarang, Pelaku Industri: Kalau untuk Edukasi Kenapa Tidak? | Giok4D

Posted on

Pelarangan program study tour memicu perdebatan. Bagi pelaku industri, kegiatan itu bukan sekadar jalan-jalan, melainkan sarana pembelajaran di luar kelas yang punya nilai edukatif-asal tak melenceng dari tujuannya.

Dalam diskusi di Kementerian Pariwisata, Rabu (14/5/2025), sejumlah perwakilan industri pariwisata menyampaikan pendapat tentang study tour.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru, Satriawan Salim, berpendapat study tour memiliki dua konteks, yakni study tanpa tour dan tour tanpa study.

Menurut Satriawan study tour merupakan bentuk dari pendidikan yang disebut dengan outdoor learning. Kriteria pelarangan study tour harus jelas.

“Dua hal ini adalah bentuk dalam konteks pendidikan yang namanya outdoor learning, itu ada teorinya. Mau di China, mau di Eropa, Finlandia, nggak usah jauh-jauh di Singapura, Australia itu ada pembelajaran luar ruang jadi secara akademis basisnya jelas,” ujar Satriawan.

“Kenapa ada pembelajaran luar ruang? Karena banyak riset menunjukkan di jurnal-jurnal, pembelajaran di kelas itu menjemukan, apalagi aktivitas di sekolah di dalam kelas hanya ngerjain lks,” kata dia.

Dia bersikukuh bahwa study tour bisa membuat siswa tidak merasa bosan dengan pendidikan.

“Sehingga anak-anak itu ingin ada proses pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang relevan bagi mereka dan kontekstual. Nah pembelajaran yang kontekstual dan relevan itulah sekolah kemudian dijawab dengan outdoor learning atau outing kelas,” kata dia.

Pernyataan serupa disampaikan oleh Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Intan Ayu Kartika. Dia mengatakan bahwa kebijakan terkait study tour itu bisa dibuat standarisasi yang jelas. Karena menurutnya siswa perlu mendapatkan pembelajaran di luar kelas.

“Ini juga mengajarkan mereka mengenai kemandirian, mengajarkan mereka mengenai bagaimana mengontrol diri,” kata Intan.

TMII merupakan destinasi favorit study tour karena ragam informasi yang ada di dalamnya, terlebih tentang budaya di Indonesia.

“Kita punya budaya yang namanya budaya Indonesia, jadi kami bukan hanya sekadar tempat wisata. Tapi sebenarnya kami tempat belajar budaya, tempat belajar sejarah, dan tempat mengerti mengenai kebhinekaan, keanekaragaman, kekayaan, kebudayaan Indonesia,” kata dia.

Adapun, Pengelola Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta, Sugeng Handoko, menyampaikan bahwa dengan adanya study tour bukan hanya sebagai sebuah rekreasi saja. Tetapi memang menjadi sebuah pembelajaran yang nyata yang bisa dirasakan oleh siswa.

Karena menurutnya dari kegiatan tersebut banyak pertukaran informasi yang dilakukan oleh siswa dan juga oleh masyarakat di sana, dalam hal ini masyarakat di desa wisata.

“Pariwisata itu adalah proses membangun karakter dan juga berbagi inspirasi. Wisatawan, anak-anak kota itu terinspirasi dengan kami anak-anak desa,” ujar Sugeng.

Sugeng pun memberikan contoh bagaimana pembelajaran luar ruang bisa saling mempengaruhi dan memberikan inspirasi kepada pengunjung dan juga masyarakat.

“Dia jago sekali main gamelan, bahkan dia akhirnya tertarik untuk belajar budaya Jawa. Dan anak-anak yang di desa itu, adik-adik kami terinspirasi ke siswa-siswa yang seusia dia tapi sudah jago Bahasa Inggris,” kata Sugeng.

“Sehingga akhirnya pariwisata tidak hanya sebatas seneng-seneng tapi proses berbagi inspirasi, bayangkan ketika semua itu dilarang. Akhirnya orang itu hanya egois, kalau istilah kayak katak dalam tempurung,” dia menambahkan.

Larangan study tour mulai mencuat setelah insiden tragis yang menimpa rombongan siswa SMK Lingga Kencana, Depok, Jawa Barat. Pada 11 Mei 2024, sebuah bus yang membawa peserta study tour mengalami kecelakaan maut di Subang, Jawa Barat, menewaskan lebih dari 10 orang, termasuk pelajar dan guru.

Peristiwa itu mengguncang dunia pendidikan dan memicu gelombang kritik terhadap pelaksanaan study tour yang dinilai lebih mengedepankan aspek rekreasi daripada pendidikan.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Sejak saat itu, sejumlah pemerintah daerah, termasuk Dinas Pendidikan Jawa Barat, mengeluarkan kebijakan larangan atau pengetatan izin kegiatan study tour. Fokusnya adalah meninjau kembali manfaat, keselamatan, dan urgensi program wisata edukatif, serta mendorong agar kegiatan serupa dilakukan secara lokal atau virtual demi meminimalisasi risiko dan beban biaya bagi orang tua.

Kemudian, Jabar memastikan study tour tidak benar-benar dilarang, namun dibatasi hanya di Jabar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *