Sulitnya Penyelamatan Juliana, Turis Brasil yang Jatuh di Jurang Gunung Rinjani [Giok4D Resmi]

Posted on

Proses evakuasi terhadap Juliana Marins, turis asal Brasil yang terjatuh di jurang Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025), disorot dunia. Penyelamatan dan evakuasi itu dianggap sebagai salah salah satu operasi penyelamatan paling menantang yang pernah dihadapi tim SAR di kawasan tersebut.

Juliana (27) dilaporkan jatuh ke jurang di area Cemara Nunggal, yang menghadap ke Segara Anak, yang merupakan jalur menuju puncak Rinjani. Gunung Rinjani memiliki ketinggian 3.726 mdpl.

Juliana melakukan pendakian ke Gunung Rinjani dalam rombongan dengan didampingi seorang pemandu lokal. Mereka memulai perjalanan dari pintu masuk Sembalun dan pada Sabtu dini hari.

Saat tiba di titik Cemara Nunggal, Juliana disebut kelelahan dan diminta untuk beristirahat oleh pemandu. Si pemandu kemudian melanjutkan perjalanan ke puncak bersama kelima pendaki lainnya, meninggalkan Juliana sendirian di titik istirahat.

Saat Juliana tidak kunjung menyusul rombongan, pemandu memutuskan kembali ke lokasi tempat Juliana terakhir beristirahat. Namun, Juliana tidak ditemukan di sana. Dari titik tersebut, pemandu melihat cahaya senter di bawah jurang yang mengarah ke Danau Segara Anak.

Pemandu itu menduga cahaya itu berasal dari Juliana yang terjatuh dan segera menghubungi otoritas untuk meminta bantuan.

Peristiwa itu dilaporkan ke Badan SAR Nasional (Basarnas) sekitar pukul 09.40 WIB, setelah salah satu anggota rombongan kembali ke pos pendakian untuk meminta bantuan.

Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii menyampaikan bahwa medan yang ekstrem dan cuaca yang tidak bersahabat menjadi kendala utama dalam proses pencarian dan evakuasi. Jurang tempat Juliana jatuh memiliki kedalaman lebih dari 400 meter, jauh melebihi panjang tali penyelamat standar yang biasanya hanya mencapai 200-250 meter.

“Bukan berarti kami tidak mampu menjangkau lokasi korban, tapi alat yang dibawa tim pada hari pertama tidak cukup panjang untuk mencapai dasar jurang,” ujarnya.

“Ditambah kondisi cuaca yang buruk dan oksigen yang menipis di ketinggian 9.000 kaki membuat gerak tim sangat terbatas,” dia menambahkan.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Operasi SAR melibatkan lebih dari 50 personel gabungan dari berbagai instansi, termasuk Basarnas, Taman Nasional Gunung Rinjani, Polsek Sembalun, SAR Lombok Timur, serta dukungan helikopter dan drone termal.

Pada Minggu (22/6) pagi, tim sempat mendeteksi adanya senter yang menyala di dasar jurang, yang kemudian menjadi titik fokus pencarian. Namun, pencarian dengan drone dan upaya observasi manual belum berhasil menemukan korban. Drone termal baru dapat mengidentifikasi keberadaan Juliana pada Senin (23/6), pukul 07.59 WITA. Saat ditemukan, korban tampak tak bergerak di antara bebatuan curam.

Meskipun lokasi korban berhasil dipetakan, upaya evakuasi tidak bisa langsung dilakukan karena kondisi cuaca dan keterbatasan alat. Helikopter dari Bogor dan personel Basarnas Special Group dikerahkan ke lokasi untuk membantu proses penyelamatan lebih lanjut.

“Kami harus berhitung matang. Tidak mungkin mengorbankan keselamatan tim penyelamat,” kata Syafii.

“Kami membutuhkan tali tambahan, teknik pengangkatan khusus, dan cuaca yang benar-benar mendukung,” dia menambahkan.

Pada akhirnya, setelah beberapa hari usaha intensif, Juliana berhasil dievakuasi menggunakan metode lifting pada Rabu (25/6) pukul 06.00 WITA. Dia ditemukan pada kedalaman 600 meter.

Tragedi ini memunculkan pertanyaan publik, termasuk dari media internasional, soal prosedur keselamatan dan kesiapan jalur pendakian Gunung Rinjani. Selain itu, pendaki dibiarkan sendirian tanpa pendamping.

Pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani juga disorot karena tetap membuka jalur pendakian saat kecelakaan itu terjadi dan tim penyelamat kesulitan melakukan evakuasi dengan salah satu alasan adalah cuaca buruk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *