Di balik keheningan fajar di Wakatobi, Laut Banda menyimpan sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh nelayan setempat. Jauh dari hiruk-pikuk daratan, di lautan biru yang tak bertepi, sebuah tarian abadi dimulai.
Masyarakat Wakatobi menyebutnya lumma, atau lumba-lumba, dan bagi para nelayan, kehadiran mereka adalah anugerah. Bukan sekadar pertunjukan, lumma adalah pemandu sejati bagi nelayan Wakatobi.
Mereka adalah penanda, isyarat alam bahwa segerombolan ikan tuna yang berharga sedang ‘naik’ ke permukaan, membawa rezeki. Oleh karena itu, berburu lumba-lumba di sini bukanlah untuk menangkapnya, melainkan untuk menyaksikan mereka, mengikuti jejak mereka, dan membaca sinyal yang mereka berikan.
Untuk menikmati pengalaman langka ini, perjalanan harus dimulai sebelum sang surya terbit. Dari Dermaga Pelabuhan Wanci, Anda bisa menyewa perahu tradisional yang disebut batang katinting.
Dengan mesin yang berisik namun setia, perahu kecil ini akan membawa Anda berlayar menembus kegelapan menuju ufuk timur. Saat fajar menyingsing, pemandangan luar biasa pun tersaji.
Di antara riak ombak, puluhan bahkan ratusan lumba-lumba melompat, berputar, dan menari dengan elegan. Mereka seolah menyambut kedatangan Anda, menciptakan simfoni visual yang tak terlupakan.
Mereka berenang bersama perahu, melompat tinggi seolah ingin menyentuh awan, menunjukkan betapa damainya hidup mereka di habitat aslinya. Ini bukan hanya tentang melihat lumba-lumba, tetapi tentang merasakan koneksi mendalam antara manusia dan alam.
Sebuah perjalanan yang mengajarkan kita untuk menghargai setiap isyarat dari alam, dan menemukan keindahan yang tersembunyi di balik kehidupan sederhana.
—
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikTravel. Anda bisa ikut berbagi pengalaman liburan melalui tautan ini.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.