Pemerintah Indonesia berhasil mendaftarkan tempe sebagai Warisan Budaya Tak benda (Intangible Cultural Heritage) ke UNESCO.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menekankan bahwa inisiatif ini tidak hanya sekadar mengakui suatu makanan, melainkan sebagai penghormatan terhadap ekosistem budaya dan pengetahuan tradisional yang terjalin erat dengan tempe.
“Budaya tempe ini bukan sekadar bicara tentang material culture tempenya sebagai kuliner, tapi di balik itu ada tradisi pengetahuan terkait fermentasi yang melibatkan jutaan orang,” ujarnya dalam acara Festival Budaya Tempe di Halaman Kementerian Kebudayaan RI, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Minggu (21/12).
Fadli Zon mengungkap informasi penting mengenai ekosistem tempe di Indonesia. Saat ini, terdapat sekitar 170.000 komunitas tempe dengan total pekerja 1,5 juta orang. Angka ini menunjukkan bahwa tempe berperan sebagai fondasi penting dalam ekonomi budaya nasional.
“Tempe adalah bagian dari objek pemajuan kebudayaan. Karena dalam pangan lokal ada ekspresi budaya yang tidak bisa dipisahkan,” tambahnya.
Ia memperkirakan bahwa pendaftaran ke UNESCO akan mendorong distribusi produk tempe, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan para pengrajin lokal.
Meskipun tempe telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa, Fadli tetap menyadari tantangan-tantangan yang masih ada, terutama ketergantungan pada kedelai impor.
Ia mendesak para ahli pertanian untuk mengembangkan teknologi yang dapat memungkinkan Indonesia mencapai swasembada dalam produksi kedelai.
“Jadi mungkin nanti di ahli-ahli pertanian kita juga bisa memproduksi kedelai kita sendiri. Dengan sekarang ini kemajuan teknologi di bidang pertanian, itu mudah-mudahan kita bisa mendapatkan tempe dari dalam negeri juga. Memang tempe ini kan dari kedelainya itu, ini tanaman subtropis. Nah itu, itu tantangan kita.” jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya mengubah persepsi masyarakat terhadap tempe.
“Karena tempe itu sudah menjadi makanan rakyat sehari-hari kan? Jadi sudah menjadi bagian dari dulu sampai sekarang. Dan budaya tempe ini memang menurut saya budaya mengonsumsi protein. Jadi kita harus hilangkan image bahwa seolah-olah tempe ini murahan, bahwa tempe ini kurang bagus dan lain-lain” tegasnya.
Kementerian Kebudayaan secara aktif menggalakkan kampanye untuk memperkuat pendaftaran tempe ke UNESCO, dengan memanfaatkan berbagai cara, termasuk pendidikan pengolahan tempe dan pameran yang menampilkan kreativitas kuliner lokal.
Fadli Zon pun mendorong para chef untuk mengekspresikan kreativitas mereka dalam mengolah tempe, dan menempatkannya sebagai alat diplomasi kuliner di kancah global.
“Tapi ini salah satu sumber protein nabati yang penting, dan kita harapkan para chef, para ahli terutama yang punya kearifan lokal itu menjadikan tempe itu baik dari bentuknya, dari rasanya, ini bisa semakin kreatif ke depan dan bisa menjadi gastro diplomacy.” jelasnya.
