Umrah mandiri sah di mata hukum menjadi polemik. Termasuk di kalangan pengusaha travel umroh.
Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary, menilai umrah mandiri berpotensi mengancam ekosistem ekonomi keumatan.
“Santri diajarkan untuk bersabar, tapi juga untuk bersuara ketika kebijakan berpotensi menzalimi umat. Karena itu, kami para pelaku PPIU berharap agar Presiden Prabowo Subianto mendengar kegelisahan kami,” ujar Zaky dikutip dari detikHikmah, Jumat (31/10/2025).
Zaky mengatakan bahwa penolakan itu bukan berarti mereka anti-inovasi digital atau tata kelola modern. Namun, ia menekankan agar kebijakan tetap berpihak pada ekonomi umat dan perlindungan jamaah.
“Jangan biarkan korporasi global mengambil alih ruang yang selama ini menjadi sumber keberkahan bagi ribuan pesantren, ormas, dan pelaku dakwah ekonomi syariah,” kata dia.
Bahkan, muncul wacana Amphuri dan 13 asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah untuk mengajukan gugatan terhadap UU No 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Amphuri secara resmi belum memutuskan untuk melakukan Judicial Review ke MK mengenai legalisasi Umrah mandiri. Baru akan melakukan rapat pengurus mengenai langkah-langkah selanjutnya,” kata Zaky.
“Tapi para Ketua Umum dan Sekjen 13 Asosiasi sudah bertemu rapat terkait isu-isu terkini dan salah satu opsi terakhirnya memang JR itu, tapi mesti akan didahulukan opsi-opsi lainnya dulu,” dia menambahkan.
Ya, UU No 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pasal 86 ayat 1 huruf b menyatakan perjalanan ibadah umrah bisa dilakukan secara mandiri. Sebelumnya, umrah hanya bisa dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
“Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri,” bunyi pasal 86 tersebut.
Sementara itu, Aliansi Pengusaha Haramain Seluruh Indonesia (Asphirasi) merespons positif pelegalan umrah mandiri itu. Asphirasi menilai kebijakan ini bukan ancaman yang mematikan, melainkan momentum bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk bertransformasi dan “naik kelas.”
Sekretaris Jenderal Asphirasi, Retno Anugerah Andriyani, menegaskan bahwa kehadiran umrah mandiri itu harus menjadi pelecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan nilai layanan mereka.
“Ini saatnya industri travel umrah berinovasi, bukan mundur dari persaingan. Peran kita akan bergeser dari sekadar penjual paket menjadi konsultan ibadah dan pelindung jamaah,” ujar Sekretaris Jenderal Asphirasi, Retno Anugerah Andriyani.
Retno, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Hajar Aswad Mubaroq, mengatakanagar tetap unggul di tengah perubahan regulasi setidaknya ada empat area kritis yang wajib menjadi fokus PPIU, yakni inovasi dan digitalisasi, kemudian peningkatan SDM, paket yang fleksibel, dan pendampingan berbasis pengalaman.
“Mayoritas jamaah Indonesia, dengan karakternya yang beragam, tetap membutuhkan pendampingan yang menyeluruh. Di sinilah nilai utama PPIU,” kata Retno.
“Kita justru harus memimpin transformasi ini, dengan menjaga amanah sebagai fondasi utama,” dia menegaskan.






