Turis Inggris Mengira Makan di Kafe Biasa, Ternyata Markas Sekte Sesat

Posted on

Turis Inggris berkunjung ke sebuah kafe bagus, nyaman, dan murah di kawasan wisata populer Australia. Tapi tak sadar kafe itu dikelola sekte sesat.

Turis Inggris itu Tom Hammond. Awalnya, dia hanya ingin mencari sarapan enak dan murah saat mampir ke Kota Katoomba di kawasan Blue Mountains. Pilihannya jatuh pada The Yellow Deli Cafe, tempat yang terlihat nyaman dan ramai dibicarakan di TikTok, tapi apa yang ia temukan kemudian membuatnya berpikir dua kali.

“Tempatnya kelihatan seperti di Cotswolds, Inggris. Saya duduk di dekat perapian, suasananya hangat dan tenang, tapi entah kenapa terasa agak aneh,” kata Tom dikutip dari Express, Senin (12/5/2025).

Dia begitu menikmati suasana kafe yang unik, desainnya seperti rumah kayu di negeri dongeng, dan harga makanan dan minuman bersahabat di kantong.

Lama-lama, Tom curiga dengan sikap para staf. Mereka kurang ramah.

Setelah mencari tahu lebih lanjut, Tom baru menyadari bahwa kafe itu ternyata dijalankan oleh komunitas keagamaan bernama The Twelve Tribes. Mereka bukan kelompok biasa, melainkan erat dengan berbagai tuduhan yang tidak biasa, mulai dari gaya hidup otoriter, mempekerjakan anak-anak, sampai hal-hal yang dianggap mengganggu.

Kelompok tersebut berasal dari Amerika dan mulai menyebar ke Australia sejak 1990-an. Meski sering dibicarakan negatif, para pemimpinnya selalu membantah, dan menyebut tuduhan itu isapan jempol belaka.

Saat makan, Tom sebenarnya menikmati wafel dan telurnya yang rasanya begitu enak. Tapi semuanya berubah ketika ia berbincang dengan warga lokal malam harinya setelah mendaki.

“Saya makan di restoran lain, lalu seseorang tanya, ‘Kenapa kamu makan di sana?’ Terus mereka mulai cerita soal siapa yang punya kafe itu,” ujarnya.

Ternyata, kafe yang kelihatan nyaman itu dikelola oleh anggota Twelve Tribes yang tinggal di Balmoral House dan sebuah lahan pertanian di daerah pedesaan barat daya Sydney. Komunitas itu menjalankan kafe secara diam-diam dan bisa menjual makanan dengan harga murah karena memanfaatkan tenaga dari dalam kelompok yang bekerja tanpa dibayar.

Setelah mengetahui semua itu, Tom kemudian membuat video soal pengalamannya dan videonya pun viral di media sosial.

“Saya datang cuma mau makan roti lapis, tapi ternyata secara nggak sadar saya ikut membiayai akhir zaman,” kelakar Tom dalam video itu.

“Sejujurnya, telurnya enak. 9 dari 10. Tapi ya.. saya nggak akan balik lagi,” kata Tom.

Komentarnya itu disambut oleh netizen yang mengaku pernah mampir ke kafe tersebut. Beberapa mengatakan terpikat dengan desain tempatnya dan harga makanan yang murah, tapi banyak juga yang terkejut setelah tahu siapa yang menjalankan tempat itu.

Tom juga sempat menduga kalau mungkin tatonya membuat staf kurang ramah padanya dan ternyata bukan cuma dia yang merasa begitu. Beberapa pengunjung lain mengaku mendapat perlakuan serupa.

Meski begitu, Tom tak menyesali kunjungannya. Tapi setelah tahu lebih dalam soal latar belakang di sana, ia memilih untuk tidak kembali.

“Makanannya sih enak, saya nggak bisa mengelak tapi setelah tahu ceritanya, saya nggak bisa mendukungnya lagi,” kata dia.