Turis-turis Tertangkap Basah Ukir Nama di Bambu Arashiyama

Posted on

Hutan bambu Arashiyama lagi-lagi jadi korban vandalisme turis yang tak bertanggung jawab. Aksi mereka disiarkan langsung di stasiun televisi!

Sekelompok turis Malaysia tertangkap basah mengukir nama mereka di salah satu batang bambu di Hutan Arashiyama. Aksi mereka dikonfrontasi oleh seorang reporter dari program TV yang berjudul “Konfrontasi Langsung dengan “Direct confrontation with ‘nuisance tourists'”.

Dilansir dari Mothership pada Jumat (14/11/2025), dalam acara itu turis Malaysia itu ditanya oleh reporter tentang tindakan mereka tersebut.

“Tahukah kalian bahwa kalian tidak boleh melukai bambu?” tanya sang reporter.

Wisatawan yang terdiri dari grup wanita itu tampak ragu-ragu dan menjawab “tidak tahu”. Di sebuah batang bambu terlihat ukuran huruf M, menjadi bukti pelanggaran mereka.

Usai wawancara dengan turis, program ditutup dengan tanggapan dari Ishikawa Keisuke, ketua Asosiasi Jalan Perbelanjaan Arashiyama dan pemilik toko khusus barang-barang bambu. Ia mengeluhkan kondisi hutan bambu yang makin menyedihkan.

“Sangat menyedihkan grafiti tersebut merusak pemandangan yang indah. Sangat menyedihkan juga bahwa kita harus mengeluarkan uang untuk memperbaikinya. Kami sangat ingin mereka menghentikannya,” kata Ishikawa.

Rekaman itu kemudian disiarkan ulang di Youtube dan beredar di media sosial. Pelaku vandalisme langsung mendapat dikecam di media sosial, beberapa di antaranya menunjukkan bagaimana tindakan tersebut menyebabkan kerusakan permanen pada bambu.

Warga Jepang pun meradang. Mereka menyerukan agar pemerintah memberi sanksi tegas kepada para pelaku.

Vandalisme telah lama menjadi masalah di situs warisan dunia UNESCO ini. Inspeksi baru-baru ini menemukan bahwa setidaknya 350 batang bambu telah dirusak dengan ukiran seperti inisial, tanggal, hati, dan pesan yang diukir dengan pisau atau kunci.

Ukiran yang dalam menyebabkan kerusakan permanen, dan dapat membunuh tanaman serta menyebabkan bambu tumbang, menurut Asahi Shimbun.

Kerusakan semacam itu dikaitkan dengan apa yang disebut penduduk setempat sebagai wisata “meiwaku” (wisata gangguan).

Menanggapi hal ini, kota Kyoto mempertimbangkan untuk menebang batang bambu yang rusak paling parah demi alasan keamanan.

Para relawan juga telah menutupi grafiti dengan selotip hijau untuk menyamarkan kerusakan dan mencegah vandalisme serupa.