Urban Legend Horor di Pulau Karya: Tentara Buntung Ikut Upacara Bendera

Posted on

Kepulauan Seribu begitu populer sebagai tempat wisata, khususnya snorkeling. Tapi siapa sangka, ada ‘pantangan’ untuk masuk ke pulau yang satu ini.

Pulau Karya berada di seberang Pulau Panggang, cukup dekat dari Pulau Pramuka. Pulau ini menjadi tempat pemakaman umum (TPU) bagi warga pulau sekitar.

Namun ada yang menarik dari pulau itu. Masa lalunya membuat pulau itu kosong tak berpenghuni dan menjadi seperti sekarang.

Sopyan Hadinata (38), seorang warga asli Pulau Panggang bercerita bahwa Karya hanyalah hutan belantara di masa lalu. Era Soeharto membuat pulau itu berganti status menjadi tempat latihan tembak tentara.

Tak ada yang curiga, latihan singkat dilakukan dan suara senapan bergaung sampai Pulau Panggang. Warga akhirnya tahu apa makna ‘latihan tembak’ itu setelah kerusuhan tahun 1998 terjadi.

Pembangunan dilakukan di sana, rencananya pulau itu akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Rumah dinas pejabat, Polres, markas pemadam kebakaran hingga TNI direncanakan.

“Waktu pembangunan kita kaget ada puluhan tengkorak di sana,” ucap Iyan (sapaan akrab) lewat sambungan telepon pada Jumat (25/4).

Waktu berlalu, semua fasilitas telah dibangun. Tapi tak ada yang betah di sana. Kabar bahwa pulau itu angker mulai tersebar.

“Yang paling terkenal itu tiap 17an, ada upacara bendera di sana. Tapi yang baris itu hantu tentara,” ucap pria beranak empat itu.

Menurut pengakuan warga, mereka seakan diberi penampakan singkat sewaktu upacara. Sesekali penampakan bendera merah putih yang hendak dikibarkan, sedang yel-yel, atau tentara yang sedang baris-berbaris.

“Tapi ya gitu, badan tentaranya nggak lengkap. Ada yang buntung tangannya, kepalanya, matanya jatuh,” jelasnya.

Dari cerita yang beredar, ternyata tak hanya Pulau Karya yang jadi tempat eksekusi. Pulau-pulau kecil tak berpenghuni di Kepulauan Seribu memang kerap jadi ‘latihan tembak’ pada saat itu.

Tidak ada larangan resmi, namun wisatawan yang hendak kemping di sana harus berhati-hati. Tak jarang, mereka datang untuk meminta bantuan.

“Dulu kan rumah dinas itu masih dipakai sama pejabat yang datang ke sini. Tentara itu suka datang minta odol atau sabun, pakai seragam lengkap. Begitu ditanya ke markas TNI, nggak ada yang ngaku. Dari situ tahu, kalau itu hantu,” jawabnya.

Kini Polres telah dipindahkan. Rumah dinas hampir rubuh, dengan karat dan rayap yang menggerogoti bangunan. Warga masih sering ke sana karena merasa tidak perlu takut, toh mereka hidup berdampingan.

“Warga suka nyuci ramai-ramai di sana karena airnya bagus, tidak seperti di Panggang, asin. Pantainya juga bagus. Anak muda juga main bola kalau sore di sana,” ungkapnya.

Pulau ini dibuka untuk umum, meski begitu traveler yang ingin berwisata ke sana wajib ziarah ke makam leluhur untuk izin.

“Dulu itu ada juru kunci, namanya Uwa Man. Kalau kita mau main di sini, dia nanti panggil penunggu-penunggunya terus bilang kalau anak-anak ini jangan diganggu,” kenangnya.

Kini Uwa Man telah meninggal. Istrinya yang dulu menemaninya sudah pindah dari sana. Itulah mengapa, wisatawan diminta untuk ziarah ke makam bersama warga pulau untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. urban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *