Venesia dan Rahasia ‘Hutan Terbalik’ yang Menopangnya Selama 1.600 Tahun

Posted on

Di atas kanal-kanal yang memantulkan cahaya senja Italia, kota Venesia Italia, berdiri dengan anggun. Namun di balik keindahan arsitekturnya yang memesona, tersimpan kisah luar biasa tentang kecerdikan manusia: sebuah kota yang tidak dibangun di atas tanah, melainkan di atas jutaan batang kayu yang ditanam tegak lurus ke dalam lumpur.

Ya, Venesia ditopang bukan oleh beton dan baja seperti kota modern, melainkan kayu-yang tetap berdiri kokoh selama 1.600 tahun. Dari catatan sejarah, Venesia didirikan pada 25 Maret 421.

Caterina Francesca Izzo, seorang profesor kimia lingkungan dari Universitas Venesia, tumbuh besar sambil mendengar legenda lokal bahwa kota laguna tempat tinggalnya berdiri di atas pohon-pohon dari Cadore.

Namun, baru saat ia dewasa dan meneliti langsung, ia benar-benar memahami keajaiban teknik kuno yang menopang rumah-rumah, gereja, dan menara-menara lonceng di seantero Venesia.

“Saya tidak tahu bahwa tiang-tiang ini dulu dipancangkan oleh tangan manusia, sambil menyanyikan lagu-lagu kuno yang penuh semangat,” kisah Izzo.

Lagu-lagu itu, nyanyian para battipali, adalah irama kerja para pemukul tiang-simfoni primitif yang mengiringi kelahiran kota di atas air. Tiang-tiang pendek dari pohon larch, oak, pinus, cemara, dan alder ditancapkan ke dalam lumpur, membentuk ‘hutan terbalik’. Tiap meter persegi pondasi bisa memuat sembilan tiang, dalam pola spiral. Di atasnya, batu diletakkan. Dan ajaibnya, hingga hari ini, meski ditopang oleh kota itu tidak tenggelam.

Padahal, kebanyakan bangunan modern hanya dirancang untuk bertahan 50 tahun.

Pada 2014, Izzo dan timnya mengebor fondasi Menara Lonceng Frari, salah satu bangunan tua di Venesia. Mereka menemukan bahwa tiangnya memang telah rusak oleh bakteri anaerob, tetapi air tetap mengisi serat kayu dan menjaga bentuknya tetap utuh. Struktur itu tenggelam hanya 1 mm per tahun-perlahan, namun tetap berdiri.

Bayangkan, tiang-tiang yang ditanam tanpa mesin, tanpa motor, oleh tangan-tangan kasar yang bernyanyi, telah menopang beban sejarah selama 16 abad.

“Apakah ada yang perlu dikhawatirkan? Ya dan tidak. Tapi kita harus terus meneliti, dan terus merawat warisan luar biasa ini,” ujar Izzo.

Tidak seperti tiang-tiang di Amsterdam atau kota lain yang menembus batuan dasar, tiang kayu di Venesia terlalu pendek untuk itu. Sebaliknya, tiang kayu ini bekerja dengan prinsip fisika sederhana: gesekan. Semakin padat tiang ditanam, semakin kuat cengkeraman tanah terhadapnya. Air dan lumpur di sekitarnya menciptakan lingkungan anaerob yang memperlambat pembusukan kayu.

“Keindahannya adalah kamu menggunakan sifat ‘cair’ tanah untuk memberikan ketahanan. Itu jenius,” kata Thomas Leslie, profesor arsitektur dari University of Illinois.

Venesia membuktikan bahwa dengan menggunakan material paling sederhana pun, bila digunakan dengan cerdas, bisa bertahan melampaui zaman. Bukan hanya kayunya yang bertahan, tapi juga semangat dan filosofi membangunnya-tidak membebani alam, melainkan berdamai dengannya.